MANAJEMEN
LEMBAGA PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN
Manajemen
sebagai suatu proses, fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain
dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.[1]
Pembangunan
Nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan manusia yang maju,
stabil dan makmur serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik yang
berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
Berdasarkan
Pasal 3 Undang-Undang 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN)
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta meningkatkan
mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan
nasonal.
Dari
rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelaslah betapa besar tanggung
jawab pendidikan nasional. Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat
ditingkatkan kemampuan, mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Untuk
itu, pendidikan nasional diharapkan menghasilkan manusia terdidik yang utuh
baik keimanan, budi pekerti, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan rasa
tanggungjawabnya.
Untuk
memperoleh fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut diatas maka lembaga
pendidikan perlu di menej (dikelola) secara efektif dan efisien. Menajemen
pendidikan adalah kemampuan/keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam
rangka pencapaian tujuan melalui
kegiatan orang lain. Stoner mengemukakan bahwa manajemen sebagai seni untuk melaksanakan
suatu pekerjaan melalui orang lain. Siagian, mengemukakan bahwa manajemen pada
hakikatnya berfungsi untuk melakukan semua kegiatan-kegiatan yang perlu
dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan.
Melaksanakan
berbagai untuk menekuni tujuan pendidikan merupakan proses kerjasama antara dua
orang atau lebiih. Proses kerjasama antara hdua orang atau lebih untuk
memberdayakan berbagai komponen dalam sistem pendidikan nasional adalah kajian
manajemen (pengelolaan) dan kriteria keberhasilan pendidikan.[2]
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian
Manajemen Pendidikan
B. Ciri-ciri
Pendidikan Indonesia
C. Pendekatan
Manajemen Pendidikan
D. Relevansi
Pendidikan
E. Administrasi
Anggaran/Biaya Pendidikan
F. Dana
Pendidikan dalam Konteks Manajemen Berbasis Sekolah
G. Pesantren
Sebagai Basis Manajemen Madrasah
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen
adalah seni untuk melaksanakan sesuatu pekerjaan melalui orang lain (Stoner,
1995:7). Mengemukakan bahwa proses perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan
dan pengendalian upaya anggita organisasi dan penggunaan semua sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
Manajemen
merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah
dirumuskan sebelumnya yang kegiatannya banyak terdapat pada organisasi
perusahaan, bisnis kesehatan dan pendidikan.
Formen
dan Ryan (dalam Sutisna, 1983:3) berpendapat bahwa antara administrasi dan
manajemen tidak memiliki perbedaan yang berarti, sehingga istilah tersebut
dapat saja disejajarkan penggunaannya.
Manajemen
pendidikan sabagai seluruh proses kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan
dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal, meterial, maupun
spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Manajemen dalam lingkungan pendidikan
adalah mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta
media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan efisien guna
menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
Fungsi
dan ruang lingkup manajemen pendidikan diuraikan menjadi: perencana,
pelaksanaan dan pengawasan. Perencanaan berkaitan dengan rumusan kebijakan awal
sebagai pedoman dalam pelaksanaan, pelaksanaan memerlukan pengawasan, karena
pengawasan atau penilaian untuk mengetahui kekurangan atau kesenjangan termasuk
kemajuan yang telah dicapai. Keberhasilan pengelola pendidikan memerlukan
beberpa dukungan, terutama dukungan M = SDM yang terdiri dari guru, murid,
atasan dan orang tua. Perlunya memiliki proses = sumber belajar (SB) yang
berintikan kurikulum, serta adanya F = WFD (waktu, fasilitas dan dana) yang
dibutuhkan. Kesemuanya itu mendukung upaya mengoptimalkan tercapainya tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, manajemen pendidikan berperan untuk memberdayakan
berbagai komponen sistem pendidikan, dengan memeberdaykan komponen-komponen
sistem pendidikan tersebut, agar keberhasilah pendidikan tercapai dalam arti:
prestasi, suasana dan ekonomi.[3]
B. Ciri-ciri Pendidikan Indonesia
Cara
melaksanakan pendidikan Indonesia sudah tentu tidak tidak bisa terlepas dari
tujuan tujuan pendidikan di Indonesia.[4]
Tujuan
pendidikan bangsa Indonesia yang tertera dalam TAP MPR II tahun 1983 ialah
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan
kertampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal
semangat kebangsaan serta cinta tanah air.ar dapat mengembangkan dan
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri
serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (UUD 45, 1984,h.
137). Tujuan pendidikan ini sudah mencakup seluruh aspek individu yang perlu
dikembangkan dan ditumbuhkan. Mulai dari spiritual, kepribadian, pikiran,
kemauan, perasaan, ketrampilan, sosial, sampai dengan jasmani dan kesehatan
perlu dilayani untuk dikembangkan dan ditumbuhkan.[5]
Pembentukan
manusia pembangunan sejalan dengan peningkatan kualitas hidup individu.
Keduanya saling menunjang. Manusia pembangunan sanggup membangun bangsa, negara
dan lingkungannya yang memungkinkan peningkatan kualitas hidup secara lebih
cepat. Dan kualitas hidup yang memadai akan mempercepat jalannya pembangunan
bangsa. Pembangunan Indonesia memang kompleks. Dua di antaranya ialah membangun
manusia Indonesia itu sendiri.
Ciri
lain perlu diperhatikan dalam pendidikan Indonesia ialah pembentukan cara hidup
serba teknologi dalam kebudayaan Indonesia. Hal ini penting sebab kemajuan
teknologi di dunia sangat cepat. Bila pendidikan tidak menyiapkan sikap positif
terhadap teknologi, dikhawatirkan Indonesia akan tertinggal dalam bidang itu.
Agar tidak terjadi hal seperti itu sejak awal para siswa/mahasiswa perlu
memahami teknologi, mengerti manfaatnya dalam kehiduoan, dan bila mereka
berbakat perlu dibina untuk menjadi kader-kader teknologi yang pantang
menyerah.
Tetapi
perlu dijaga bahwa kepuasan akan teknologi tidak sampai mengurbankan kebudayaan
bangsa yang bersumber dari filsafat Pancasila. Teknologi yang diterapkan di
Indonesia harus menunjang dan memajukan kehidupan yang berdasarkan sila
Pancasila.
Itulah
ciri-ciri utama pendidikan Indonesia. Sebab salah satu prinsip pendidikan
adalah mendidik melalui pribadinya, yaitu menjadi contoh dalam perilaku.
Prinsipini sangat penting lebih-lebih dalam membina para siswa atau mahasiswa
untuk menjadi individu-individu Pancasila dan individu-individu yang memiliki
kualitas hidup yang memadai. Para personalia pendidikan dituntut melalui
pribadi-pribadi Pancasialis bila ingin misi pendidikannya berhasil.
Membuat
para personalia pendidikan berpribadi yang memadai separti diuraikan di atas
adalah merupakan salah satu tugas manajer pendidikan.[6]
C. Pendekatan Manajemen Pendidikan
Soejipto
dan Raflis Kosasih (1994: 113:118) mengemukakan bervagai tinjauan manajemen
pendidikan sebagai berikut :
Ø Manajemen
pendidikan mempunyai pendekatan kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan.
Diperlukan kejasama diantara personil sekolah seperti guru, pegawai tata usaha,
kepala sekolah, persatuan orang tua murid, dan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan yang baik.
Ø Manajemen
pendidikan mengandung pendekatan proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Proses manajemen pendidikan ini terdiri dari: perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pengarahan, pemantauan, penilaian dalam system oendidikan.
Ø Manajemen
pendidikan menggunakan suatu pendekatan system untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pendekatan system terdiri dari: kapasitas dasar (IQ). Bakat khusus,
motivasi (N-Ach), minat, kematangan/kesiapan, dan sikap atau kebiasaan.
Instrumental input (sarana) yang terdiri dari: guru, metoda/teknik/media, bahan/sumber,
program/tugas. Environmental input terdiri dari: lingkungan fisik, lingkungan
social,dan lingkungan cultural. Output adalah berhasil belajar yang diharapkan
dalam bentuk prilaku kognitif, perilaku efektif, dan prilaku psokomotor.
Ø Manajemen
pendidikan menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan. Untuk melakukan
kerja sama dan pemimpin suatu kegiatan dalam sekelompok orang memerlukan untuk
memecahkan masalah. Guna memecahkan masalah diperlukan kemampuan untuk
mengambil keputusan. Pengambilan keputusan merupakan pilihan alternative yang
terbaik yang telah ditetapkan.
Ø Manajemen
pendidikan menggunakan pendekatan komunikasi . proses komunikasi adalah penting
untuk menyampaikan pesan dari guru kepada pesarta didik. Komunikasi dalam
berbagai komponen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif
dan efisien. Disamping pendekatan tersebut di atas, maka pendekatan yang lain
dalam manajemen pendidikan adalah sebagai berikut:
-
Pendekatanmanajemen
klasik
-
Pendekatan
prilaku manusia
-
Pendekatan system
-
Pendekatan
kontijensi
-
Pendekatan
perspektif terpadu.[7]
D. Relevansi Pendidikan
Prinsip
relevansi merupakan prinsip umum yang digunakan Indoneia disamping prinsip
efisiensi dan efektifitas, kontiunitas, fleksibilitas program, serta pendidikan
seumur hidup (Iskandar, 1988: 135-139). Secara khusus prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut:
-
Prinsip
berorientasi pada tujuan, dengan menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai
peserta didik dalam mempelajari pelajaran
-
Prinsip
efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan dana, daya, dan waktu dalam mencapai
tujusn pendidikan
-
Prinsip
fleksibilitas program, dalam pelaksanaan, suatu program hendaknya
mempertimbangkan faktor-faktor ekosisten dan kemampuan penyediaan fasilitas
yang menunjang
-
Prinsip
kontiunitas, dengan menyiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi
-
Prinsip
pendidikan seumur hidup, yang memandang bahwa pendidikan tidak hanya di
sekolah, tetapi harus dilanjutkan dalam keluarga dan masyarakat
-
Prinsip
relevansi, suatu pendidikan akan bermakna apabila kurikulum yang dipergunakan
relevan (terkait) dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.[8]
Dalam
rangka meningkatkan relefansi antara pendidikan, pembangunan dan kebutuhan
masyarakat pemerintah mengeluarkan kebijakan link and match. Melalui
kebijakan ini, diperkuat keterkaitan antara pendidikan dan industri serta dunia
usaha dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, serta sertifikasi pendidikan
dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan ekonomi. Kebijaksanaan ini bertujuan
untuk menciptakan keadaan agar keluaran pendidikan sepadan dengan kebutuhan
berbagai sektor pembangunan akan tenaga ahli dan termpil sesuai dengan jumlah,
mutu, dan sebarannya.[9]
E. Administrasi Anggaran/Biaya Pendidikan
Administrasi
biaya pendidikan ialah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan
dilaksanakan secara sengaja dan sungguh-sungguh, serta pembinaan secara kontinu
terhadap biaya operasional sekolah/pendidikan, sehingga kegiatan operasional
pendidikan semakin efektif dan efisien, demi membantu tercapainya tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan secara garis besar kegiatannya meliputi
pengumpulan/penerimaan dana yang sah (Dana rutin, SPP, Sumbangan BP3, Donasi,
dan usaha-usaha halal lainnya), penggunaan dana, dan pertanggung jawaban dana
kepada pihak-pihak terkait yang berwenang.
Terhadap
setiap penggunaan biaya/uang harus dilakukan pembukuan (accounting) yang tertib
sesuai peraturan yang berlaku, seperti penggunaan Buku Kas Tabelaris, Buku
penerimaan SPP, Buku bantu dan sebagainya. Mengingat kegiatan tata keuangan
yang sangat peka, maka kegiatan pemeriksaan (auditing) yang rutin yang harus
dilakukan oleh kepala sekolah demi menghindari hal-hal yang tak diinginkan yang
dapat mengganggu proses operasional pendidikan di sekolah. Segala petunjuk dan pedoman
pengelolaan anggaran serta keuangan sekolah telah banyak diberikan kepada para
bendaharawan dan juru bayar, untuk memperkecil sampai meniadakan
hambatan-hambatan yang mungkin terjadi.
Ada
kegiatan unik disekolah bila bendaharawan bertanggung jawab pada lemari besi
(Belanda : Brandkast), tatkala terjadi pemeriksaan oleh petugas akuntan yang
biasanya datang secara mendadak dan langsung duduk didepan peti/almari besi dan
mempersilahkan bendaharawan untuk mempertanggung jawabkan semua uang yang
dikelolanya secara tertib dan cocok termasuk semua benda berharga, dengan
pembukuan dalam Buku Kas Tabelaris (termasuk buku-buku bantu lainnya).
Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Anggaran Pendapatan dan belanja
Negara (APBN) serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
1. Beberapa
kelengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan tata usaha keuangan sekolah.
2. Sumbangan
Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Penunjang Pendidikan (DPP).
3. Pemeriksaan
kas oleh atasan langsung.[10]
F. Dana Pendidikan dalam Konteks Manajemen Berbasis
Sekolah
Dana
pendidikan merupakan isu yang paling kontroversial dalam ekonomi pendidikan
karena terdapat karena terdapat ketidaksepakatan tidak hanya apakah pemerintah
sebagai satu-satunya yang berperan dalam pendidikan, tetapi juga mengenai
seharusnya pemerintah hanyan memainkan sebagaian peranan dalam penyelenggaraan
pendidikan.[11]
Fungsi
dana dalam MBS pada dasarnya untuk menunjang penyediaan sarana dan prasarana,
seperti tanah, bangunan, labolatorium,perpustakaan,media belajar, operasi
pengajaran, pelayanan administratif dan sebagainya. Dana pendidikan sebenarnya
tidak selalu identik dengan uang (red cost), tetapi segala sesuatu pengorbanan
yang diberikan untuk setiap aktivitas dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggara pendidikan.
a. Klasifikasi
Dana Pendidikan
Pemikiran tentang dana
pendidikan, paling tidak dapat difokuskan pada dana langsung, dana tak langsung
,sumber-sumber dana pendidikan, kriteria kesejahteraan sosial maksimum,
kriteria keputusan dan beberapa masalah dalam analisis keuntungan biaya. Dalam
kaitannya dengan dana pendidikan, Thomas (1985) mengungkapkan adanya dana
langsung dan tidak langsung, serta dana masyarakat dan dana pribadi.
Ø Dana
Langsung dan Tak Langsung
Dana langsung ialah
dana yang langsung digunakan untuk operasional sekolah dan langsung dikeluarkan
untuk kepentingan pelaksanaan proses belajar-mengajar, terdiri atas dana
pembangunan dan dana rutin. Dana tak langsung ialah dana berupa keuntungan yang
hilang dalam bentuk kesempatan yang hilang yang dikorbankan oleh peserta didik
selama mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dana tak langsung juga menyangkut
dan yang menunjang siswa untuk hadir di sekolah , yang meliputi biaya hidup,
transportasi dan dana lainnya.
Ø Dana
Masyarkat dan Dana Pribadi
Dana masyarakat ialah
dana yang dikeluarkan masyarakat untuk kepentingan pendidikan, baik yang
dikeluarkan secara langsung maupun tak langsung, berupa unag sekolah,uang buku
, dan dana lainnya. Dana tidak langsung seperti pajak dan restribusi, didalam
dana masyarakat termasuk dan pribadi , yaitu dana yang berasal dari rumah
tangga termasuk kesempatan yang hilang. Dana pribadi ialah dana langsung yang
dikeluarkan dalam bentuk unag sekolah, uang kuliah, pembelian buku, dan dana
setiap siswa.[12]
G. Pesantren Sebagai Basis Manajemen Madrasah
Sebagai
lembaga pendidikan yang dilahirkan dari perut pesantren, madrasah memiliki
kesamaan visi atau bahkan justru merupakan metamorphosis dari system pesantren.
Selain itu madrasah juga mewariskan beberapa nilai budaya yang telah berkembang
di pesantern, antara lain nilai kebersamaan, nilai kemandirian, dan nilai-
nilai kejuangan. Dan yang lebih penting lagi, kurikulum pengajaran yang
diajarkan di madrasah, di samping mengajarkan ilmu- ilmu pengetahuan umum, juga
menekankan pada aspek pengetahuan agama seperti aqidah, akhlak, dan syari’ah
melalui pengajaran kitab kuning.[13]
1. Intregrasi Pesantren- Madrasah
Kalau
kita melakukan penggalian lebih jauh karya- karya dalam Khazanah sastra Jawa
Klasik, seperti serat cebolek, serat centini, darmogandul dan sebagainya,
setidaknya sejak abad ke 16 M telah ada pesantren- pesantren yang masyhur yang
menjadi pusat- pusat pendidikan islam. Pesantren- pesantren ini mengajarkan
sebagai macam kitab klasik dalam bidang jurisprudensi, teologi dan tasawuf.
Sampai disini dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam di Indonesia atau system
madrasah berakar dari pesantren.[14]
2. Pesantren sebagai Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Madrasah
Harus
menjadi sebuah kesadaran kolektif bagi para pengelola madrasah bahwa
keterbukaan dan hubungan timbale balik (reciprocal) antara
pesantren atau madrasah dengan masyarakat secara bertahap dan kontinyu akan
meningkatkan survevalitas (ketahanan hidup) bagi madrasah itu sendiri.
Masyarakat akan menjadi puas dan tumbuh kepercayaan dan merasa memiliki yang
semangkin besar. Selanjutnya, agar masyarakat merasa memiliki, maka mereka
harus dilibatkan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi demi
kemajuan madrasah.
Pendidikan
Kebudayaan dan Materi Dalam Negri saat itu tentang penyetaraan madrasah dengan
sekolah umum memunculkan konsekuensi logis dengan berkurangnya proporsi
pendidikan agam dari 60% (agama) dan 40% (umum) menjadi 30% agama dan 70% umu.
Hal ini secara tidak sadar telah melemahkan eksistensi pendidikan islam di
Indonesia. Meski penilaian seperti itu sifatnya simbolik. Tapi kenyataannya,
itulah pandangan umum yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, setidaknya muncul permasalahan pun
muncul.
ü Semakin
berkurangnya muatan materi pendidikan agama. Hal ini dilihat sebagai sebuah upaya
pendangkalan pemahaman keagamaan, karena muatan kurikulum agama sebelum
keluarnya SKB dianggap belum mampu mencetak muslim sejati, apalagi dikurangi.
ü Lulusan
madrasah dianggap serba tanggung (untuk tidak mengatakan setengah matang).
Pengetahuan agamanya tidak mendalam sedangkan pengetahuan umumnya juga rendah.
Pada perkembanganya, dualism system pengajaran tersebut juga meluas pada aspek
keilmuannya. Pola pikir yang sempit cenderung membuka gap (kesenjangan) antara
ilmu agama dan ilmu umum. Seolah- olah muncul ilmu islam dan bukan islam
(kafir). Padahal sampai saat ini, pekerjaan rumah para pakar pendidikan untuk
menyatuhkan dan menjadi perekat antara keduanya masih belum terselesaikan
dengan baik.
Dengan
menjadikan pesantren sebagai pusat pengembangan madrasah, maka langkah awal
yang harus dilakukan adalah menjadikan beberapa kelemahan system pendidikan
pesantren seperti penulis sebut di atas tadi sebagai patokan untuk melakukan
perbaikan. Baik dari sisi manajemen maupun kurikulumnya, yang disesuaikan
dengan kebutuhan perubahan zaman dan kemajuan teknologi modern.[15]
IV.
KESIMPULAN
Manajemen
merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah
dirumuskan sebelumnya yang kegiatannya banyak terdapat pada organisasi
perusahaan, bisnis kesehatan dan pendidikan.
Manajemen
pendidikan sabagai seluruh proses kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan
dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal, meterial, maupun
spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Manajemen dalam lingkungan
pendidikan adalah mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan
prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan
efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan.
Tujuan
pendidikan bangsa Indonesia yang tertera dalam TAP MPR II tahun 1983 ialah
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan
kertampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal
semangat kebangsaan serta cinta tanah air.ar dapat mengembangkan dan menumbuhkan
manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (UUD 45, 1984,h. 137).
Keputusan
Presiden Republik Indonesia tentang Anggaran Pendapatan dan belanja Negara
(APBN) serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
1. Beberapa
kelengkapan yang diperlukan dalam penyelenggaraan tata usaha keuangan sekolah.
2. Sumbangan
Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Dana Penunjang Pendidikan (DPP).
Sebagai
lembaga pendidikan yang dilahirkan dari perut pesantren, madrasah memiliki
kesamaan visi atau bahkan justru merupakan metamorphosis dari system pesantren.
Selain itu madrasah juga mewariskan beberapa nilai budaya yang telah berkembang
di pesantern, antara lain nilai kebersamaan, nilai kemandirian, dan nilai-
nilai kejuangan. Dan yang lebih penting lagi, kurikulum pengajaran yang
diajarkan di madrasah, di samping mengajarkan ilmu- ilmu pengetahuan umum, juga
menekankan pada aspek pengetahuan agama seperti aqidah, akhlak, dan syari’ah
melalui pengajaran kitab kuning.
Dengan
menjadikan pesantren sebagai pusat pengembangan madrasah, maka langkah awal
yang harus dilakukan adalah menjadikan beberapa kelemahan system pendidikan
pesantren seperti penulis sebut di atas tadi sebagai patokan untuk melakukan perbaikan.
V. PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami sajikan, semoga dapat menambah ilmu serta bermanfaat
bagi kita semua. Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, kami hanyalah
manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan
makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Dawam, Ainurrafiq. Manajemen Madrasah
Berbasis Pesantren. Sapen: Lista Fariska Putra. 2004
Gunawan,
Ary. Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. 1996
Manullang,
M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1981
Mulyasa.
Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2003
Pidarta,
Made. Manajemaen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Erlangga. 1981
Sufyarman.
Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2003
[1] Drs. M.
Manullang. Dasar-Dasar Manajemen. Hlm: 15
[2] Dr. H.
Sufyarman M,. M.Pd. Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Hlm: 187-188
[3] Ibid.
Hlm: 188-190
[4] Dr. Made
Pidarta. Manajemen Pendidikan Indonesia. Hlm: 6
[5] Ibid.
Hlm: 7
[6] Ibid.
Hlm: 11-12
[7] Op.,cit.
Dr. H. Sufyarman M,. M.Pd. Hlm: 196-197
[8] Dr. E.
Mulyasa, M.Pd. Manajemen Berbasis Sekolah. Hlm: 8-9
[9] Ibid.
Hlm: 10
[10] Drs.
Ary H. Gunawan. Administrasi Sekolah. Hlm: 160-167
[11]
Op.,cit. Dr. E. Mulyasa, M.Pd. hlm: 167
[12] Ibid.
Hlm: 168-171
[13] Dr.
Ainurrafiq Dawam, M.Ag. Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Hlm: 17
[14] Ibid.
Hlm: 17-18
[15] Ibid.
Hlm: 22-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar