I.
PENDAHULUAN
Pada waktu Munguliyah sedang menuju kehancurannya, maka bangkitlah
Daulah Usmaniyah di Asia Kecil, yang kemudian dengan segera menyebrang laut
menuju Eropa, dan dalam tahun 857 H. Kota Konstantinopel (Istambul) dapat
direbutnya.
Dari Istambul
Daulah Usmaniyah memperluas daerah kekuasaannya ke Semenanjung Balkan, sehingga
kota Wina dikepungnya, dan berkibarlah bendera Islam diangkasa Timua Eropa,
sungguhpun pada waktu itu Andalusia mulai lepas dari kekuasaan Islam.
Dari semenanjung
Balkan, Daulah Usmaniyah melebarkan sayapnya kejurusan timur, sehingga dalam
waktu yang sangat pendek seluruh Persia dan Irak yang dikuasai oleh Daulah
Shafawiyah yang beraliran Syi’ah dapat dikuasainya, sehingga aliran Syi’ah
digantinya dengan aliran Sunny.
Masa Usmany
bagi Kebudayaan Islam, adalah zaman yang paling suram dalam sejarahnya, karena
keadaan politik dan sosial yang kacau memberi pengaruh yang sangat jelek kepada
perkembangan kebudayaan pada umumnya, dan perkembangan ilmu pada khususnya.
Dalam zaman yang suram ini bagi kebudayaan Islam, hampir-hampir tidak pernah
lahir para Ulama yang mempunyai pikiran
originil.[1]
Daulah ‘Utsmaniyyah
ternyata adalah daulah yang banyak dipengaruhi aqidah tasawuf mendukung penuh
gerakan Sufi dgn berbagai macam tarekat-tarekat yg sangat bertentangan dengan
Islam dan tauhid. dlm pemerintahan Daulah ‘Utsmaniyyah telah masuk berbagai
macam bentuk adat termasuk sebagian adat peribadatan Nashara seperti cara
kehidupan kependetaan yang dikenal dgn Ar-Rahbaniyyah melantunkan dzikir-dzikir
dgn lantunan nada diiringi tari-tarian disertai pula teriakan-teriakan dan
tepuk tangan. Berbagai macam bentuk peringatan maulid dan berbagai macam aliran
bid’ah yg lainnya. Bahkan telah masuk pula adat istiadat Hindu Persia dan
Yunani dgn berbagai macam dakwah aqidah yg menyesatkan.[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Latar
belakang berdirinya Daulah (Dinasti) ‘Utsmaniyyah
B.
Pendekatan
Unsur-unsur dakwah pada masa Daulah ‘Utsmaniyyah
C.
Pemerintahan
‘Utsmaniyyah
D.
Runtuhnya
Daulah ‘Utsmaniyyah
III.
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Berdirinya Daulah ‘Utsmaniyyah
Awal
berdirinya dinasti Utsmaniyyah terkemas dalam legenda dan beberapa fakta
sejarah yang kuat diketahui sebelum tahun 1300. Dinasti ini tampaknya berasal
dari suku Qayigh Oghuz dan memimpin sekelompok nomadik di Asia Kecil, dengan
demikian mereka merupakan bagian dari gelombang besar orang Turkmen yang datang
dari timur dan membuat mundur Byzantium.
‘Utsmaniyyah tidak begitu terkait
dengan Sultan-sultan Seljuk selama abad ketiga belas memaksa mereka bergerak ke
Anatolia bagian barat laut, provinsi kuno Bithynia dan kemudian wilayat ‘Utsmaniyyah
Hudavendikar.
Sementara
kesultanan- kesultanan Turki yang lebih mapan didirikan di bagian-bagian lain
Anatolia, seperti Qaramaniyyah, Mentesye Oghullari dan Germiyan Oghulari, ‘Utsmaniyyah
harus terus diperbesar melawan Byzantium.
Pasukan mereka karena itu terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang
baru orang-orang Turkmen dari timur, yang ingin menjadi ghazi atau prajurit
iman melawan orang Kristen, dan dari ghazi-ghazi inilah dinasti ‘Utsmaniyyah
mendapatkan tradisi militer dan semangat yang memberi jalan baginya untuk
berkembang dan maju, dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang
lebih statis.[3]
Pada tahun
758/1357 Utsmaniyyah masuk ke Eropa di Gallipoli, dan dengan memanfaatkan
orang-orang Slav Balkan dan permusuhan keagamaan Ortodok dan Katolik, mereka
segera dapat menguasai bagian besar Balkan, wilayah-wilayah taklukan ini pada
akhirnya terbentuk menjadi provinsi Rumelia. Yang menunjukan kosentrasi baru ‘Utsmaniyyah
kepada Eropa, bukannya Asia, adalah dipindahkannya ibukota mereka dari Bursa ke
Edirne (Adrianopel) pada tahun 767/1366.
Pada tahun
796/1394 Bayezit I mendapatkan dari faineat Khalifah Abbasiyyah di Kairo,
Al-Mutawakkil I, gelar Sultan Rum, kekaisaran Asianya lambat laun dihancurkan
oleh serangan hebat Timur, yang mengalahkan Sultan Ankara pada tahun 805/1402.
Pada dekade-dekade berikutnya, kekaisaran Utsmaniyyah di Asia Kecil lambat-laun
dapat dipersatukan kembali, dan Qaramaniyyah merupakan kelompok besar terakhir
yang dikuasai, dan pada tahun 857/1453 Mehmet sang Penakluk akhirnya merebut
Contantinopel.
Abad ke-enam
belas merupakan zaman keemasan kekaisaran ini. Pada tahun 923/1517 Selim si
Kejam merebut Mesir dan Suriah dari tangan pemerintah Mamluk yang sudah lemah
setelah kemenangan Mohacz pada tahun 932/1526, Sulayman yang Mulia menundukkan
sebagian besar Hungaria di bawah pemerintahan ‘Utsmaniyyah selama satu setengah
abad lebih, berbagai posisi yang aman di Italia selatan dapat dikuasai.[4]
Pada puncak
kekuatan mereka ini, Utsmaniyyah bersikap toleran terhadap minoritas keagamaan
dan etnik yang ada di dalam kekaisaran mereka dan kaum Yahudi misalnya
berbondong-bondong kekaisaran Utsmaniyyah untuk berlindung dari kejaran kaum
Kristen Eropa. Menjelang akhir abad ke tujuh belas orang Turki di Eropa timur
mulai mendapatkan angin buruk.
Pasukan Baru
yang tidak disiplin telah lama menjadi perintang bagi modernisasi pasukan
Turki, namun sebelum tahun 1241/1826 Mahmud II menghancurkan kekuasaan mereka.
Secara ekonomi, negeri Turki dan Arab mulai menderita akibat kompetisi
barang-barang manufaktur dan teknik-teknik
perdagangan barat yang unggul, produksi dalam negeri mengalami
kemerosotan, sumber-sumber pendapatan dalam negeri pun menurun, dan pada abad
kesembilan belas ulang kali terhuyung-huyung di tepi jurang kebangkrutan.[5]
B.
Pendekatan Unsur-Unsur Dakwah Pada Masa Daulah ‘Utsmaniyyah
Khilafah daulah ‘Utsmaniyah
tercatat memiliki sekitar 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad
10 Hijriyah atau abad ke 13 Masehi. Selama masa kekhalifahan daulah ‘Utsmaniyah
dipimpin khalifah yang silih berganti.[6] Struktur
dakwah pada masa daulah Utsmaniyah meliputi unsur-unsur dakwah sebagai berikut:
1.
Da’i
Kehidupan Utsman I, pendiri dinasti Utsmani dari tahun 699-726 H, adalah kehidupan yang dipenuhi dengan jihad dan dakwah di jalan Allah. Beliau bersifat al-ulama wa al-umara, karena selain sebagai ulama beliau pun sebagai pemimpin pada daulah ini. setelah beliau wafat generasi selanjutnya diteruskan oleh anaknya yang bernama Sultan Orkhan bin Utsman, yang berkuasa dari tahun 726-761 H.
Kehidupan Utsman I, pendiri dinasti Utsmani dari tahun 699-726 H, adalah kehidupan yang dipenuhi dengan jihad dan dakwah di jalan Allah. Beliau bersifat al-ulama wa al-umara, karena selain sebagai ulama beliau pun sebagai pemimpin pada daulah ini. setelah beliau wafat generasi selanjutnya diteruskan oleh anaknya yang bernama Sultan Orkhan bin Utsman, yang berkuasa dari tahun 726-761 H.
Beberapa khalifah yang
lemah pada masa ini antara lain: Sultan Mustafa I. Sultan Utsman II, Sultan
Murad IV, Sultan Ibrahim bin Ahmad, Sultan Muhammad IV, Sultan Sulaiman II,
Sultan Ahmad II, Sultan Mustafa II, Sultan Ahmad III, Sultan Mahmud I, Sultan
Utsman III, Sultan Mustafa III, Sultan Abdul Hamid I.
Sifat seorang da’I pada masa ini
tidak semua memiliki sifat al-ulama dan al-umara. Namun ada yang bersifat
al-ulama saja atau yang bersifat al-umara, bahkan bersifat al-ulama wa
al-umara’ pun ada. Maka itu sifat yang bercorak adalah al-ulama, al-umara, dan
al-ulama wa al-umara.[7]
2. Mad’u
Kondisi mad’u pada masa
daulah Utsmaniyah umumnya bersifat al-ummah, karena pada masa daulah ini, masih
banyak yang belum menerima Islam sebagai agamanya. Akan tetapi, dari dinasti
sebelumnya sudah banyak pula yang sudah menerima Islam. Jadi, corak mad’u pada
masa daulah Utsmaniyah yaitu mad’u ijabah dan ummah.
3.
Materi
Materi yang diterapkan pada masa daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah
dan muamalah. Di mana pada masa Utsmaniyah materi-materi seperti fiqih, tata
cara membaca Al-Qur’an, berwudhu dan lain-lain, lebih dipermantap lagi
penerapannya. Pada masa ini ketahuidan (meng-Esa-kan) pun ditanamkan pada
umatnya.
4. Metode
Pada masa Utsmaniyah ada beberapa macam metode yang digunakan dalam
berdakwah antara lain:
· Ekspansi
· Ceramah
· Metode Kelembagaan
· Metode Missi (Bi-’tsah)
· Metode Tanya-Jawab
· Metode Bimbingan Konseling
·
Metode Keteladanan
·
Metode Propaganda
·
Metode Diskusi
·
Metode Karya Tulis
·
Metode Silaturrahmi (Ho-me
Visit)
·
Metode Korespondensi
5. Media
Pada masa ‘Utsmaniyah
ada beberapa macam metode yang digunakan dalam berdakwah antara lain:
Ø Sekolah-sekolah
Ø Masjid
Ø Rumah Sakit
Ø Media Cetak
Unsur-unsur dakwahnya yaitu:
a. Da’i, yang mana khalifah pada masa ini sekitar 30 orang, namun ada
diantaranya khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya. Corak da’i pada masa ini
bersifat al-ulama’, al-umara’, dan al-ulama’ wa al-umara’.
b. Mad’u, pada masa ini mad’u masih bercorak al-ijabah dan al-ummah.
c. Materi, materi pada daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan
muamalah.
d. Metode, metode yang digunakan yaitu: ekspansi, ceramah, kelembagaan, missi,
tanya jawab, bimbingan konseling,
keteladanan, propaganda, diskusi, karya tulis, silahturahmi dan korespondensi.
e. Media, media yang digunakan yaitu: sekolah, rumah sakit, masjid dan
media cetak.[8]
media cetak.[8]
C.
Pemerintahan ‘Utsmaniyyah
Negara
yang didirikan oleh Utsmaniyyah terletak dobagian barat laut Anatolia, kawasan
yang dekat dengan Bizantium. Keadaan wilayah itu sendiri mengundang datangnya
para pelarung untuk berperang di perbatasan dan juga menarik pada nomaden Turki
yang bergerak ke arah barat guna mencari lahan penggembalan. Tetapi, di wilayah
itu sendiri, tepatnya di daerah perbatasan, terdapat lahan pertanian yang cukup
produktif dan luas, serta kota-kota pasar, yang sebagian menjadi titik penting
rute perdagangan yang melintas dari Iran dan Asia jauh menuju Meditarenia.
Dengan
kekuatannya yang meningkat, negara ini pun mampu berbelok ke arah timur di
Anatolia, kendati sementara terhambat oleh tentara penakluk Turki yang datang
dari timur, yaitu Timurlenk. Pada 1453 M, negara ini menguasai seluruh apa yang
ditinggalkan Imperium Bizatium dan menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota barunya
dengan nama Istanbul.[9]
Dalam
tahap awal ekspansinya, sebagian besar militer Utsmani merupakan kekuatan
kaveleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan penduduk lain dari Anatolia
dan pedesaan Balkan. Para pejabat tinggi militer dan pemerintahan secara rutin
bertemu di istana dalam sebuah dewan (divan) yang memutuskan kebijakan,
menerima duta besar asing, memoersiapkan segala perintah, menyalidiki keluhan,
merespon petisi-petisi, khususnya berkenaan dengan penyelewengan kekuasaan.
Dengan
cara ini sang penguasa bisa memelihara kendalinya atas seluruh sistem
pemerintahan. Diantara tugas pemerintah
adalah mengumpulkan pajak yang merupakan tulang punggungnya. [10]
Namun
pada tingkatan tertentu tatanan tidak dapat dipelihara atau pajak tidak dikumpulkan
tanpa bekerja sama dengan reaya. Jika pemerintahan hendak berurusan
dengan kelompok rakyat tertentu secara terpisah untuk tujuan dan pelayanan
kenegaraan lainnya. Maka kelompok rakyat tersebut dianggap sebagai sebuah unit,
dan salah satu anggota diakui sebagai penengah yang dapat diterima oleh
kolompoknya juga oleh pemerintah.
Berbagai
komunitas Yahudi dan Kristen memiliki kedudukan khusus, karena mereka membayar
pajak kepala serta memiliki sistem sendiri, dan juga karena pemerintah harus memastikan
kesetiaan mereka. Dengan cara ini non muslim terintegrasi kedalam penduduk pada
umumnya.
Mereka
dapat menjalankan sebagian aktivitas perekonomian. Kaum Yahudi berkedudukan penting sebagai bankir, sedangkan
orang-orang Yunani dalam perdagangan laut. Menjelang abad ke-16 M. Orang-orang
Armenia mulai menonjol dalam perdagangan sutra.[11]
D.
Runtuhnya Daulah Utsmaniyyah
Keruntuhan dahsyat yang
diderita dunia Islam, baik di timur (Bagdhad) maupun di barat (Andalusia)
tidaklah mengurangi semangat juang kaum Muslim untuk bangkit kembali. Semua
peristiwa jatuhnya dunia Islam tersebut dikarenakan serbuan Salibiyah dari
barat oleh kaum Kristen Europa dan dari timur oleh bangsa Tatar-Mongol. Dan
kemudian pengusiran total kaum Muslimin dari seluruh wilayah Europa Barat ialah
Spanyol (Andalus). Pemerintah Abbasiyah yang memegang kuasa atas dunia Islam
selama kurang lebih 5 abad lamanya, mengahadapi kehancurannya di bawah injakan
kaki tentara Tartar yang berkuasa dengan sangat kejam.[12]
Ekspansionisme Rusia
merupakan ancaman khusus, sebab Rusia menaklukkan sekutu Utsmaniyyah Tartar
Crimea, dan ingin menguasai istanbul dan Bosphorus, sehingga dengan demikian
dapat menjangkau Mediterrania. Pada tahun-tahun pertama abad ke-19, serdadu
Albania, Muhammad Ali menjadi gubernur dan penguasa Mesir yang memiliki
otonomi, Yunanimemberontak dan pada tahun 1829 kemerdekaannya diakui dan
Algeria jatuh ke tangan Perancis. Tumbuhnya sentimen kebangsaan yang disebabkan
oleh Revolusi Perancis membuat rakyat Balkan bangkit melawan kekuasaa Turki dan
pada akhir perang Balkan Kedua tahun 1912-13, Turki di Eropa tinggallah Thrace
Timur. [13]
Keikutsertaan Turki
dalam Perang Dunia Pertama di pihak kekuatan-kekuatan Sentral menyebabkan Turki
menyebabkan privinsi-provinsi Arab, dan mendorong Eropa mengklaim apa yang
merupakan wilayah etnik Turki. Namun ketamakan Eropa ini membangkitkan reaksi
kebangsaan Turki yang satu aspeknya adalah kejenuhan dengan dinasti Utsmaniyyah
itu sendiri, yang tampaknya menjadi penghalang kemajuan dan yang dicirikan dengan
kemunduran dua abad sebelumnya.
Dengan dorongan
pemimpin nasionalis Mushthafa Kemal Ataturk, kesultanan Utsmaniyyah tersingkirkan
pada tahun 1922, dan kemudian pada tahun 1924 kekhalifahannya pun berakhir dan
penguasa ‘Utsmaniyyah terakhir’ Abdul Majid II tumbang.[14]
Jika boleh disimpulkan bahwa keruntuhan Daulah
‘Utsmaniyyah disebabkan dua faktor utama:
1. Faktor kelemahan
politik dan keamanan Daulah ‘Utsmaniyyah yang ditandai dengan:
a. Kekalahan dlm perang
menghadapi kekuatan kafir Eropa sehingga terpaksa harus menandatangani
perjanjian damai sejak jauh hari sebelum lahir Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahhab rahimahullahu.
b. Banyak gerakan
separatis di daerah yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan Daulah
‘Utsmaniyyah.
c. Keadaan parlemen dan
kementerian negara yang telah banyak disusupi oleh kaki tangan asing dalam
rangka meruntuhkan kekuatan negara dari dalam.
2. Faktor aqidah dan
kehidupan keagamaan pemerintah Daulah ‘Utsmaniyyah maupun rakyat yang telah
banyak diwarnai kesyirikan bid’ah khurafat serta kemaksiatan.[15]
IV.
KESIMPULAN
Pada tahun 656 H/1267
M, Utsman lahir, beliau anak dari Urtughril. Utsman inilah yang menjadi nisbat
(ikon) kekuasaan khilafah ‘Utsmaniyah. Tahun kelahirannya bersamaan dengan
serbuan pasukan Mongolia di bawah pimpinan Hulaku yang menyerbu ibu kota
khilafah Abbasyiah. Penyerbuan ini merupakan peristiwa yang sangat mengenaskan
dalam sejarah. Pada situasi yang mencekam dan sangat kritis ini, serta dalam
kondisi umat yang dilanda rasa takut mati dan cinta dunia, lahirlah Utsman
peletak dasar khilafah ‘Utsmaniyah.
Utsman menamakan daulah
dengan nama yang diambil dari namanya. Awalnya cikal bakal dari daulah ini
adalah negeri kecil yang lemah, ibarat bayi negeri ini perlahan tumbuh dan
akhirnya menjadi negeri Islam terkuat di dunia. Utsman memerintah mulai dari
tahun 699-726 H, jadi pemerintahan Utsman ini berdiri selama 27 tahun.
Utsman adalah pendiri
daulah ‘Utsmaniyah, yang berdiri dari tahun 699-726 H. Jadi, daulah
ini berdiri selama 27 tahun. Khalifah
pada masa daulah Utsmaniyah sekitar 30 orang khalifah. Namun, ada 13 khalifah yang
lemah dalam kepemimpinannya.
Unsur-unsur dakwahnya
yaitu:
a. Da’i, yang mana khalifah pada masa ini sekitar 30 orang, namun ada
diantaranya khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya. Corak da’i pada masa ini
bersifat al-ulama’, al-umara’, dan al-ulama’ wa al-umara’.
b. Mad’u, pada masa ini mad’u masih bercorak al-ijabah dan al-ummah.
c. Materi, materi pada daulah ‘Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan
muamalah.
d. Metode, metode yang digunakan yaitu: ekspansi, ceramah, kelembagaan,
missi, tanya jawab, bimbingan
konseling, keteladanan, propaganda, diskusi, karya tulis, silahturahmi dan korespondensi.
e. Media, media yang digunakan yaitu: sekolah, rumah sakit, masjid dan
media cetak.
media cetak.
V. PENUTUP
Dengan terselesaikannya
makalah ini, penyusun berharap para pembaca dapat memberikan tanggapan atau pun
sanggahan yang bersifat membangun. Dan juga penyusun tidak lepas dari kesalahan
dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap dengan disusunnya makalah
ini kita semua dapat mengetahui sejarah-sejarah dakwah pada daulah Utsmaniyah.
Amin, Samsul
Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. 2009
Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2007
Ash-Shalabi. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyyah. Jakarta:
Pustaka Al- Kautsar. 2003
Bosworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Penerbit Mizan. 1980
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1975
Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. Bandung: Mizan. 2004
Ilahi, Wahyu & Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta:
Kencana. 2007
www.asysyariah.com
[1] A. Hasjmy. Sejarah
Kebudayaan Islam. Hlm. 398
[2]
www.asysyariah.com
[3]C.E. Bosworth. Dinasti-Dinasti
Islam. Hlm. 163
[4]Ibid. Hlm. 164
[5] Ibid. Hlm. 165
[6] Muhammad Ali
Aziz. Ilmu Dakwah. Hlm. 89
[7] Wahyu Ilahi
& Harjani Refni. Pengantar Sejarah Dakwah. Hlm. 63
[8] Muhammad Ali
Aziz. Ilmu Dakwah. Hlm. 129
[9] Albert
Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. Hlm. 411-412
[10] Ibid. Hlm. 418
[11] Ibid. Hlm.
421-422
[12] Ali Muhammad
Ash-Shalabi. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Ustmaniyyah. Hlm. 345
[13] C.E. Bosworth.
Op, cit. Hlm. 165
[14] Ibid. Hlm. 166
[15]
www.asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar