Selamat Datang di Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Blog ini merupakan hasil matakuliah Teknologi Komunikasi dan Informasi, namun tidak menutup kemungkinan Blog ini akan terus berkembang untuk kemajuan Dakwah Islam. Terima kasih atas kunjungannya dan selamat menikmati bacaan yang ada. Semoga Bermanfaat. Amin

Selasa, 26 Juni 2012

KOGNISI & EMOSI


KOGNISI & EMOSI
I.                   PENDAHULUAN
Setiap pengalaman, perilaku dan individu ditanggapi dengan dua cara oleh seorang ahli psikologi. Ia dapat menelaah pengalaman atai kelakuan secara tersendiri, sebagai suatu pengalaman atau peristiwa unik dan aneh, yaitu sebagai sesuatu yang berlainan dari segala pengalaman, perorangan, atau perilaku di seluruh muka bumi. Atau ia dapat pula menanggapinya sebagai sesuatu yang bukan unik, namun sebagai contoh atau wakil dari salah satu golongan, kategori, atau rubrik pengalaman.[1]
Memahami bahwa manusia lebih sering bertindak berdasarkan emosi daripada logika merupakan satu kebenaran dalam menjalin hubungan antar manusia yang efektif, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, bukan hanya menyakup penyerapan informasi yang hanya penyerapkan informasi yang hanya menggunakan bahasa logika, melainkan juga memanfaatkan bahasa emosi. Dalam komunikasi bahasa antarmanusia, kita bukan hanya berusaha menyerap isi dari kata yang dibicarakan, melainkan juga maksud pembicara, yang dapat dilihat melalui gerak-gerik, tatapan mata dan nada bicara.[2] Dalam makalah ini akan membahas mengenai kognisi dan emosi dalam konseling.


II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Kognisi
B.     Pengertian Emosi
III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kognisi
Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran. Bagaimana orang  memandang  satu  kejadian  seringkali menentukan  reaksi emosi dan kornbinasikognisi dengan emosi akan menghasilkan respon perilaku. Sebagai konsekuensinya, walaupun dua orang  mengalami kejadian yang  sama, mungkin akan  memberikan  reaksi  yang  berbeda  karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya.
Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk) dibuat oleh orang untuk mengendalikan dan membuat kesan rnengenai hidupnya. Tanpa asumsi kognitif, setiap rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran, akan menjadi kesan yang tidak diketahui dan akan membuat kecemasan besar. Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan.
 Asumsi yang salah hampir seluruhnya dipelajari, meskipun beberapa teori meyakini bahwa kesalahan asumsi didasari oleh predisposisi biologis.. Proses pembelajaran yang menyebabkan asumsi salah diperoleh melalui lima cara yaitu :
1.      Melalui pengalaman langsung, yaitu : pengalaman langsung dialami seseorang dalam waktutertentu yang kemudian membentuk asumsi salah
2.      Terjadi dengan kejadian seolah-olah mengalami sendiri, yaitu : orang yang menyaksikan satu kejadian yang dipersepsi seolah-olah mengalaminya sendiri dapat berkembang menjadi asumsi salah
3.      Pengajaran langsung, yaitu : pengajaran kurang memadai yang diperoleh seseorang dari orang lain (orang tua, guru, atau pihak lain) dapat berkembang menjadi asumsi salah
4.      Logika simbolik, yaitu : perilaku dalam satu peristiwa tertentu sering dijadikan sebagai simbol yang secara logis dalam peristiwa lain
5.      Miskontruksi hubungan sebab akibat, yaitu : asumsi salah dapat timbul karena kesalahan dalam membangun hubungan sebab akibat.[3]
Kognisi dalam konseling dipengaruhi oleh :
Ø  Pengalaman hidup
Ø  Keturunan
Ø  Karakteristik pribadi
Ø  Tumbunya perkembangan kognisi  Tumbunya perkembangan kognisi –perkembangan pola pikir yang digambarkan pada perkembangan asumsi yang mendasari pola pikir dan pola berperasaan.[4]
Masalah-masalah kognisi (Cognitive problems)
Masalah yang berkaitan dengan kesulitan memori juga meliputi kemampuan dalam menggunakan strategi kognitif untuk memecahkan masalah. Istilah kognis digunakan dalam menggambarkan proses analisis masalah, membuat perencanaan, dan pengaturan yang diperlukan bagi solusi masalah itu.
Misalnya anak-anak berkesulitan belajar sering memunculkan sikap di dalam kelas yang menunjukan kurang kemampuan dalam menganalisis, membuat perencanaan dan pengaturan suatu masalah. Tugas-tugas sekolah dapat nenunjukan bukti bahwa mereka mempunyai sifat tergesa-gesadan sangat tidak beraturan. Sebagian siswa ini nampaknya sangat tidak menyadari pentingnya perencanaan dan pengaturan tugas yang diberikan kepada mereka untuk diselesaikan di sekolah.
Kesadarannya yang membentuk strategi dan kemampuan yangdiperlukan bagi keberhasilan tugas yang harus diselesaikan ini disebut kesadaran metakognisi. Sebagian peneliti berpendapat tidak adanya kesadaran tersebut merupakan ciri utama sebagian penyandang kesulitan belajar. Mereka berpendapat bahwa kurangnya akses spontan terhadap kemampuan ini dan memfungsikannya, beserta kemampuan untuk mengkoordinasikannya, adalah masalah yang sangat fundamental bagi sebagian anak penyandang kesulitan belajar.
Pengajaran kemampuan metakognitif bagi siswa yang tidak bisa     mengembangkannya dengan spontan adalah subyek yang telah menarik minat dan antusias dalam bidang kesulitan belajar.[5] 
B. Pengertian Emosi
Emosi pada umumnya berlangsung pada waktu yang relatif singkat, sehingga emosi berbeda dengan mood. Mood atau suasana hati pada umumnya berlangsung dalam waktu yang relative lebih lama dari pada emosi, tetapi intensitasnya kurang dibandingkan dengan emosi. Apabila seseorang mengalami marah (emosi), maka kemarahan tersebut tidak segera hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam jiwa seseorang (ini yang dimaksud dengan mood) yang akan berperan dalam diri orang yang bersangkutan.[6]
Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi yang cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau yang menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.[7]
Emosi : kekuatan kejiwaan untuk merasakan sesuatu. Menurut Rene Descrates (1596-1656) ada ada enam emosi dasar :
ü  Ingin – rindu
ü  Benci – dendam
ü  Heran – ragu
ü  Duka cita
ü  Kasih sayang
ü  Riang gembira
Menurut C.T. Morgan aspek emosi ada 4 :
·         Emosi sangat erat hubungannya dengan kondisi tubuh, denyut jantung, sirkulasi darah, pernafasan
·         Emosi ialah sesuatu yang diekspresikan : tersenyum, tertawa, menangis
·         Emosi ialah sesuatu yang dirasakan : merasa senang, merasa kecewa
·         Emosi mendorong seseorang berbuat sesuatu kalau ia beremosi senang, atau mencegahnya berbuat sesuatu kalau ia tidak senang.
Sedangkan emosionalitas adalah kepekaan rasa dalam menghayati sesuatu sehingga mudah dipengaruhi kesan dari luar.[8]
Kita menyebut berbagai emosi yang muncul dalam diri kita dengan berbagai nama seperti sedih, marah, benci, cinta. Sebutan yang kita berikan kepada perasaan tertentu, mempengaruhi bagaimana kita berpikir mengenai perasaan itu, dan bagaimana kita bertindak. Umpamanya, seorang ibu yang merasa sedih bertingkah laku lain dari pada seorang wanita yang merasa gembira.[9]
Emosi adalah suatu kekuatan, kalau kita mampu mengendalikannya. Emosi bisa merusak, kalau bisa menguasai diri kita. Kemampuan mengendalikan emosi adalah kekuatan yang siap digali untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Adapun  kualitas hidup yang baik selalu dimulai dari diri sendiri, bukan dari orang lain, karena jauh lebih mudah mengubah diri sendiri dari pada mengubah orang lain.[10]
Ada beberapa teori yang menyoroti emosi. Tidak semua teori mengenai emosi mempunyai titik pijak yang sama. Ada beberapa titik pijak yang berbeda yang digunakan untuk mengupas masalah emosi ini. Mengenai teori-teori tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.       Teori yang berpijak pada hubungan emosi dengan gejala kejasmanian
b.      Teori yang hanya mencoba mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pengalaman emosional (emotional experiences)
c.       Melihat emosi dalam kaitannya dengan perilaku, dalam hal ini ialah bagaimana hubungannya dengan motivasi
d.      Teori yang mengaitkan emosi dengan aspek kognitif. (Morgan, dkk., 1984).[11]
Emosi kadang-kadang memang sukar untuk diungkapkan dengan kata-kata. Mungkin juga kita dibesarkan dalam keluarga dimana orang tua dan anak tidak biasa menyatakan atau membicarakan perasaan. Diantara kita mungkin ada orang yang sejak kecil sudah diajari bahwa emosi merupakan hal yang sangat pribadi dan sebaiknya tidak dibicarakan.
Banyak orang memandang emosi seperti rasa marah, rasa bersalah, rasa malu, iri dan benci sebagai emosi yang jelek. Mereka senang menyatakan hanya rasa gembira dan rasa cinta, tetapi rasa yang dianggap “jelek’’ disimpan saja. Hal ini menyebabkan rasa emosi itu bertambah sulit untuk ditanggung. Karena perasaan itu tidak dinyatakan sukar bagi kita untuk mengerti bahwa bukan hanya kita sendiri yang mengalami emosi seperti itu, melainkan setiap orang.[12]
IV.             KESIMPULAN
Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingatan, penghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran.
Kognisi dalam konseling dipengaruhi oleh : pengalaman hidup, keturunan, karakteristik pribadi, dan tumbunya perkembangan kognisi  Tumbunya perkembangan kognisi perkembangan pola pikir yang digambarkan pada perkembangan asumsi yang mendasari pola pikir dan pola berperasaan.
Sedangkan emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi yang cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau yang menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
Emosi adalah kekuatan tanpa batas karena tidak pernah habis. Kita bisa membuktikan bahwa emosi adalah kekuatan ajaib dengan bertindak dan mempraktekkannya. Tujuan akhir dari hidup bukanlah pengutahuan, melainkan tindakan. Kita perlu mewujudkan potensi yang ada di dalam diri kita dengan tindakan penuh suka cita , kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan.


 




[1] Abraham H. Maslow. Motivasi Dan Kepribadian. Hlm : 69
[2] Martin Wijokongko. Keajaiban & Kekuatan Emosi. Hlm : 11
[3] http://www.scribd.com/doc/56742791/KOGNISI-DALAM-KONSELING
[4] http://www.crayonpedia.org/mw/kognisi_dalam_konseling
[5] J. David Smith. Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua. Hlm : 82-83
[6] Prof. Dr. Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. Hlm : 203
[7] Ibid, hlm : 209
[8] Andi Mappiare. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Hlm : 21
[9] Rochelle Semmel Abidin. Emosi Bagaimana mengenal, menerima dan mengarahkannya. Hlm : 11
[10] Martin wijokongko. Op.,cit. Hlm : 12
[11] Prof. Dr. Bimo Walgito. Op.,cit. hlm: 210-211
[12] Rochelle Semmel Abidin. Op., cit. hlm : 76

Tidak ada komentar:

Posting Komentar