I.
PENDAHULUAN
Konversi
telah selalu menjadi sebuah topik yang mengemuka, jika tidak membakar emosi
kemanusiaan kita. Lagi pula, misionaris mencoba untuk meyakinkan seseorang
untuk mengubah keyakinan agamanya yang mana menyangkut masalah- masalah paling utama
tentang kehidupan dan kematian, arti penting dari keberadaan kita. Dan
misionaris biasanya merendahkan nilai dari keyakinan seseorang yang sekarang,
yang mana bisa dalam bentuk komitmen pribadi yang kuat atau tradisi kebudayaan
keluarga yang panjang, menyebutnya lebih rendah, salah, berdosa atau bahkan
kekeliruan yang akut.
Pernyataan-pernyataan
seperti itu sulit dianggap beradab atau berbudi bahasa dan sering menghina dan
merendahkan. Misionaris tidaklah datang dengan sebuah pikiran terbuka untuk suatu
diskusi yang tulus dan dialog yang memberi dan menerima, tetapi pikirannya
telah berkesimpulan terlebih dahulu dan mencari jalan untuk memperdaya yang
lain dengan pandangannya, sering bahkan sebelum ia sendiri tahu apa sebenarnya
yang diyakini dan dilakukannya.
Sulit untuk membayangkan pertemuan antar manusia yang
lebih penuh tekanan terbebas dari kekerasan fisik yang nyata. Kegiatan
misionaris selalu memegang kekerasan psikologis yang terkandung didalamnya,
bagaimanapun bijaksananya hal itu dilakukan. Ia diarahkan pada pengalihan
pikiran dan hati dari orang-orang menjauh dari agama asli mereka kepada suatu
agama yang secara umum tidak bersimpati dan bermusuhan dengannya.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian
Konversi Agama
B.
Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
Konversi Agama
C.
Proses Konversi Agama
III.
PEMBAHASAN
A. Perngertian
Konversi Agama
Pengertian konversi agama secara
etimologi konversi berasal dari kata latin “conversio” yang berarti
tobat, pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam
kosakata Inggris “conversion” yang mengandung pengertian: berubah dari
suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state,
or from one religion to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat
di simpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian: bertobat, berubah
agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama
(menjadi paderi).
Pengertian
konversi agama menurut terminologi. Menurut pengertian ini akan di kemukakan
beberapa pendapat tentang pengertian konversi agama antara lain:
1. Max
Hairich mengatakan ahwa konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang
atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau
perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.
2. William James
mengatakan konversi agama adalah dengan kata-kata: “to be converted, to be
regenerated, to recive grace, to experience religion, to gain an assurance, are
so many phrases which denote to the process, gradual or sudden, by which a self
hitherro devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified
and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold
upon religious realities”.[2]
3. Clark (dalam
Daradjat, 1979), memberikan definisi konversi sebagai berikut:
konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan
tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukan bahwa
suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah SWT secara
mendadak, telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal, dan
mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.[3]
Konversi
agama banyak menyangkut masalah kejiwaan dan pengaruh lingkungan tempat berada.
Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa
pengertian dengan ciri-ciri:
·
Adanya perubahan arah
pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
·
Perubahan yang terjadi
dipengaruhi kondisi kejiwaan sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses
atau secara mendadak.
·
Perubahan tersebut
bukan hanya berlaku bagi perpindahan kepercayaan dari suatu agama ke agama yang
lain tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya
sendiri.
·
Selain faktor kejiwaan
dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari
Yang Maha Kuasa.[4]
Menurut
Moqsith, jenis-jenis konversi agama di bedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Konversi internal, terjadi saat
seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif
lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2.
Konversi eksternal, terjadi jika
seseorang pindah dari satu agama keagama lain.
Menurut
Abdalla, senada dengan apa yang telah di ungkapkan Moqsith, konversi internal
terjadi dalam satu agama, dalam artian pola pikir dan pandang seseorang
berubah, ada yang dihilangkan dan tidak menutup kemungkinan banyak yang
ditambahkan (ibadah), tetapi konsep ketuhanan tetap sama. Sedangkan dalam konversi
eksternal pindah keyakinan ke konsep yang benar-benar berbeda dengan konsep
keyakinan sebelumnya. Dari uraian di atas maka dapat di simpulkan bahwa
pengertian konversi agama adalah merupakan suatu tindakan dimana seseorang atau
sekelompok orang masuk atau berpindah kesuatu sistem kepercayaan atau perilaku
ke system kepercayaan yang lain.[5]
B.
Faktor yang Menyebabkan Terjadinya
Konversi Agama
Berbagai
ahli berbeda pendapat dalam menentukan faktor yang menjadi pendorong konversi.
William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience dan
Max Heirich dalam bukunya Change of Heart banyak menguraikan faktor yang
mendorong terjadinya konversi agama tersebut.
Dalam
buku tersebut diuraikannya pendapat dari para ahli yang terlibat dalam disiplin
ilmu masing-masing mengemukakan pendapat bahwa konversi agama disebabkan faktor
yang cenderung didominasi oleh lapangan ilmu yang mereka tekuni.
1. Para
ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi
agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh super natural berperanan secara dominan
dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2. Para
ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama
pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri
dari adanya berbagai faktor antara lain:
·
Pengaruh hubungan antara pribadi
baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu
pengetahuan, ataupun bidang keagamaan yang lain).
·
Pengaruh kebiasaan yang rutin.
Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan
jka dilakukan secara rutin hingga terbiasa. Misal, menghadiri upacara
keagamaan.
·
Pengaruh anjuran atau propaganda
dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili dan sebagainya.
·
Pengaruh pemimpin keagamaan.
Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu pendorong
konversi agama.
·
Pengaruh perkumpulan yang
berdasarkan hobi. Perkumpulan yang dimaksud seseorang berdasarkan hobinya dapat
pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama.
·
Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang
dimaksud disini adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan kekuatan hukum.
Misal, kepala Negara, raja. Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya
dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara pesuasif (secara
halus) dan pengaruh yang bersifat koersif (memaksa).
3.
Para ahli psikologi berpendapat
bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agam adalah faktor psikologis
yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut
apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala
tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan
batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin
seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan ke
kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang terang dan tentram.[6]
Dalam uraian
William James yang berhasil meneliti pengalaman berbagai tokoh yang mengalami
konversi agama menyimpulkan sebagai berikut:
Ø Konversi
terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat kebiasaan
seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk suatu ide
yang bersemi secara mantap.
Ø Konversi
agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak (tanpa
suatu proses).
Kemudian
James mengembangkan Faktor Penyebab konversi itu mengembangkan menjadi tipe
Volitional (perubahan bertahap), konversi agama ini terjadi secara berproses
sedikit demi sedikit sehingga kemudian menjadi seperangkat aspek dan kebiasaan
rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu terjadi sebagai suatu proses
perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan
suatu kebenaran. Kedua, tipe Self-Surrender (perubahan drastis), konversi agama
tipe ini adalah konversi yang terjadi secara mendadak. Seseorang tanpa
mengalami suatu proses tertentu tiba-tiba berubah pendiriannya terhadap suatu
agama yang dianutnya.
Pada
konversi agama tipe kedua ini James (dalam, Ramayulis, 2002) mengakui adanya
pengaruh petunjuk dari Yang Maha Kuasa terhadap seseorang, karena gejala
konversi ini terjadi dengan sendirinya pada diri seseorang sehingga ia menerima
kondisi yang baru dengan penyerahan jiwa sepenuh-penuhnya. Masalah-masalah yang
menyangkut terjadinya konversi agama tersebut berdasarkan tinjauan psikologi
tersebut yaitu dikarenakan beberapa faktor antara lain:
a.
Faktor Intern yang meliputi:
v Kepribadian
v Faktor
pembawaan
b.
Faktor Ekstern yang meliputi:
v Faktor
keluarga
v Lingkungan
tempat tinggal
v Perubahan
status
v Kemiskinan[7]
4.
Para ahli ilmu pendidikan
berpendapat bahwa konversi agama dipengaruhi oleh kondisi pendidikan.
Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana
pendidikan ikut mempengaruhi konversi agama. Walaupun belum dapat dikumpulkan
data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama
namun berdirinya sekolah-sekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya
mempunyai tujuan keagamaan pula.[8]
MenurutProf.DR.Zakiah.
Daradjat (1986)
Faktor-faktor terjadinya konversi
agama meliputi:
a.
Pertentangan batin (konflik jiwa)
dan ketegangan perasaan, orang-orang yang gelisah, di dalam dirinya bertarung
berbagai persoalan, yang kadang-kadang dia merasa tidak berdaya menghadapi
persoalan atau problema, itu mudah mengalami konversi agama.
b.
Pengaruh hubungan dengan tradisi
agama, diantara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi itu, adalah
pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya sehingga terjadi konversi tersebut.
c.
Ajakan/seruan dan sugesti, banyak
pula terbukti, bahwa diantara peristiwa konversi agama terjadi karena pengaruh
sugesti dan bujukan dari luar.
d.
Faktor-faktor emosi, orang-orang
yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya), mudah kena
sugesti, apabila ia sedang mengalami kegelisahan.
e.
Kemauan, kemauan yang dimaksudkan
adalah kemauan seseorang itu sendiri untuk memeluk kepercayaan yang lain Selain
faktor-faktor diatas, Sudarno (2000) menambahkan empat factor pendukung, yaitu:
f.
Cinta, cinta merupakan anugrah yang
harus dipelihara, tanpa cinta hidup tidak akan menjadi indah dan bahagia, cinta
juga merupakan salah satu fungsi sebagai psikologi dan merupakan fitrah yang
diberikan kepada manusia ataupun binatang yang banyak mempengaruhi hidupnya,
seseorang dapat melakukan konversi agama karena dilandaskan perasaan cinta
kepada pasangannya.
g.
Pernikahan, adalah salah suatu
perwujudan dari perasaan saling mencintai dan menyayangi.
h.
Hidayah, bagaimanapun usaha orang
untuk mempengaruhi seseorang untuk mengikuti keyakinannya, tanpa ada kehendak
dari Allah SWT tidak akan bisa. Manusia diperintah oleh Allah SWT untuk
berusaha, namun jangan sampai melawankehendak Allah SWT dengan segala
pemaksaan.
i.
Kebenaran agama, menurut Djarnawi
(Sudarno, 2000) agama yang benar adalah yang tepat memilih Tuhannya, tidak
keliru pilih yang bukan Tuhan dianggap Tuhan. Kebenaran agama yang dimaksud
tidak karena paksaan, bujukan dari orang lain, akan tetapi lewat kesadaran dan
keinsyafan antara lain melalui dialog-dialog, ceramah, mempelajari literatur,
buku-buku dan media lain.[9]
Menurut
Wasyim secara garis besar membagi proses konversi agama menjadi tiga, yaitu:
1.
Masa Gelisah (unsert), kegelisahan
atau ketidaktenangan karena adanya gap antara seseorang yang beragama dengan
Tuhan yang di sembah. Ditandai dengan adanya konflik dan perjuangan mental aktif.
2.
Adanya rasa pasrah
3.
Pertumbuhan secara perkembangan yang
logis, yakni tampak adanya
realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.[10]
realisasi dan ekspresi konversi yang dialami dalam hidupnya.[10]
Penido
(dalam Ramayulis, 2002), berpendapat bahwa konversi agama mengandung dua unsur:
1.
Unsur
dari dalam diri (endogenos origin), yaitu proses perubahan yang terjadi dalam
diri seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini membentuk
suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi disebabkan oleh krisis yang
terjadi dan keputusan yang di ambil seseorang berdasarkan pertimbangan pribadi.
Proses ini terjadi menurut gejala psikologis yang bereaksi dalam bentuk
hancurnya struktur psikologis yang lama dan seiring dengan proses tersebut
muncul pula struktur psikologis baru yang dipilih.
2.
Unsur
dari luar (exogenous origin), yaitu proses perubahan yang berasal dari luar
diri atau kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok yang
bersangkutan. Kekuatan yang berasal dari luar ini kemudian menekan pengaruhnya
terhadap kesadaran mungkin berupa tekanan batin, sehingga memerlukan
penyelesaian oleh yang bersangkutan. Sedangkan berbagai ahli berbeda pendapat
dalam menentukan factor yang manjadi pendorong konversi (Motivasi konversi).
James dan Heirich (dalam Ramayulis, 2002), banyak menguraikan faktor yang
mendorong terjadinya konversi agama tersebut menurut pendapat dari para ahli
yang terlibat dalam berbagai disiplin ilmu, masing-masing mengemukakan pendapat
bahwa konversi agama di sebabkan faktor yang cenderung didominasi oleh lapangan
ilmu yang mereka tekuni.[11]
C.
Proses
Konversi Agama
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara
mendasar. Proses konversi agam ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran
sebuah gedung, bangunan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan
bangunan baru yang lain sama sekali dari bangunan sebelumnya.[12]
Sebagai hasil pemilihannya terhadap pandangan hidup itu maka
bersedia dan mampu untuk membuktikan diri kepada tuntutan- tuntutan dari
peraturan ada dalam pandangan hidup yang dipilihnya itu berupa ikut
berpartisipasi secara penuh. Makin kuat keyakinannya terhadap kebenaran
pandangan hidup itu akan semakin tinggi pula bakti yang di berikannya.
M.T.L. Penindo berpendapat bahwa konversi mengandung dua
unsur yaitu: Unsur dari dalam diri (endogenos origin) dan Unsur dari luar
(exogenous origin). Kedua unsur tersebut kemudian mempengaruhi kehidupan batin
untuk aktif berperan memilih penyelesaian yang mampu memberikan ketenangan
batin kepada yang bersangkutan. Jadi di sini terlihat adanya pengaruh motivasi
dari unsur tersebut dari batin. Jika pemilihan tersebut sudah serasi dengan
kehendak batin maka akan terciptalah suatu ketenangan. Seiring dengan timbulnya
ketenangan batin tersebut terjadilah semacam perubahan total dalam stuktur
psikologis sehingga struktur lama terhapus dan digantikan dengan yang baru
sehingga hasil pilihan yang dianggap baik dan benar. Sebagai pertimbangannya
akan muncul motivasi baru untuk merealisasi kebenaran itu dalam bentuk tindakan
atau perbuatan yang positif.[13]
Perubahan
yang terjadi tetap melalui tahapan yang sama dalam bentuk kerangka proses
secara umum, kerangka proses itu dikemukakan antara lain oleh:
a.
H. Carrier, membagi proses tersebut
dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
·
Terjadi desintegrasi sintesis
kognitif (kegoncangan jiwa) dan motivasi sebagai akibat dari krisis yang
dialami.
·
Reintegrasi (penyatuan kembali)
kepribadian berdasarkan konsepsi agama yang .Dengan adanya reintegrasi
ini maka terciptalah kepribadian baru yang berlawanan dengan struktur yang lama.
·
Tumbuh sikap menerima konsepsi
(pendapat) agama yang baru serta peranan yang di tuntut oleh ajarannya.
·
Timbul kesadaran bahwa keadaan yang
baru itu merupakan panggilan suci petunjuk Tuhan.[14]
b.
Dr. Zakiah Daradjat memberikan
pendapatnya yang berdasarkan proses kejiwaan yang terjadi melalui 5 tahap,
yaitu:
·
Masa tenang, disaat ini kondisi
seseorang berada dalam keadaan yang tenang karena masalah agama belum
mempengaruhi sikapnya. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Keadaan
yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya,
hingga ia berada dalam keadaan tenang dan tentram.
·
Masa ketidaktenangan, tahap ini
berlangsung jika masalah agama telah mempengaruhi batinnya. Mungkin di
karenakan suatu krisis, musibah ataupun perasaan berdosa yang di alami.Hal
tersebut menimbulkan semacam kegoncangan dalam kehidupan batin sehingga
menyebabkan kegoncangan yang berkecamuk dalam bentuk rasa gelisah, panik, putus
asa, ragu, tegang dan bimbang.
·
Masa konversi, tahap ketiga ini
terjadi setelah konflik batin mengalami keredaan karena kemantapan batin telah
terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap
serasi ataupun timbulnya rasa pasrah. Keputusan ini memberikan makna dalam
menyelesaikan pertentangan batin yang terjadi, sehingga terciptalah ketenangan
dalam bentuk kesediaan menerima kondisi yang dialami sebagai petunjuk ilahi.
·
Masa tenang dan tentram, masa tenang
dan tentram yang kedua ini berbeda dengan tahap yang sebelumnya. Jika pada
tahap pertama keadaan itu dialami karena sikap yang acuh tak acuh, maka
ketenangan dan ketentraman pada tahap ketiga ini di timbulkan oleh kepuasan
terhadap keputusan yang sudah di ambil. Ia timbul karena telah mampu membawa
suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru.
·
Masa ekspressi konversi, sebagai
ungkapan dari sikap menerima, terhadap konsep baru dari ajaran agama yang
diyakininya, maka tindak tanduk dan sikap hidupnya diselaraskan dengan ajaran
dan peraturan agama yang dipilih tersebut. Pencerminan ajaran dalam bentuk amal
perbuatan yang serasi dan relevan sekaligus merupakan pernyataan konversi agama
itu dalam kehidupan.
Kasus-kasus
ini semuanya mengandung latar belakang psikologis yang serba konfleks dengan
ketenteraman batin berperan sebagai pendulum keseimbangan.[15]
IV.
KESIMPULAN
Yang
dimaksud dengan konversi agama ialah: perobahan pandangan seseorang atau
sekelompok orang tentang agama yang dianutnya, atau perpindahan keyakinan dari
agama yang dianutnya kepada agama yang lain.
Jenis
konversi agama dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Konversi internal, terjadi saat
seseorang pindah dari mazhab dan perspektif tertentu ke mazhab dan perspektif
lain, tetapi masih dalam lingkungan agama yang sama.
2.
Konversi eksternal, terjadi jika
seseorang pindah dari satu agama keagama lain.
Faktor
penyebab konversi agama pertama, faktor Intern, meliputi kepribadian, emosi,
kemauan, konflik jiwa, kebenaran agama, hidayah. kedua, faktor ekstern,
meliputi, factor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pengaruh hubungan dengan
tradisi agama, cinta, pernikahan. Tahap Proses Konversi Agama meliputi: masa
tenang, masa ketidaktenangan, masa konversi, masa tenang dan tentram,
masa ekspressi konversi, petunjuk ilahi, secara umum, konversi agama mengandung
dua unsur sebagaimana dikemukakan oleh M.T.L. Penido, yaitu: unsur dari dalam
diri (endogenous origin) dan unsur dari luar (exogenous origin).
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang dapat kami sajikan, semoga dapat menambah ilmu serta bermanfaat
bagi kita semua. Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, kami hanyalah
manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan
makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin. Psikologi
Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996
Jalaluddin. Psikologi
Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Ed. Revisi, cet. 7
Jalaludin. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Penerbit
Kalam Mulia1987.
Rakhmad,
Jalaluddin. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Mizan
Pustaka.
2003
Sujanto,
Agus. Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Aksara Baru. 1989
Zakiah
Daradjat. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang 1970
setiyo purwanto http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama
[1]H. Jalaluddin Rakhmad. Psikologi
Agama Suatu Pengantar. Hlm: 29
[2] Prof. Dr. H. Jalaluddin.
Psikologi Agama. Hlm: 259-260
[3] Drs. Agus Sujanto. Psikologi
Umum. Hlm: 324
[4] Dr. Jalaluddin. Psikologi
Agama. Hlm: 246
[6] Prof. Dr. H. Jalaluddin.
Op., cit. Hlm: 260-262
[7] Drs. Jalaluddin. Pengantar
Ilmu Jiwa Agama. Hlm: 250
[11] http://aprillianpravitasari.blog.com/2011/07/04/konversi-agama-dalam-psikologi/
[12] Prof. Dr. H. Jalaluddin.op., cit. Hlm: 265
[13] Ibid. Hlm: 267
[14] Dr. Jalaluddin. Op., cit. hlm: 254
[15] Ibid. Hlm: 254-256
izin kopas
BalasHapus