Selamat Datang di Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Blog ini merupakan hasil matakuliah Teknologi Komunikasi dan Informasi, namun tidak menutup kemungkinan Blog ini akan terus berkembang untuk kemajuan Dakwah Islam. Terima kasih atas kunjungannya dan selamat menikmati bacaan yang ada. Semoga Bermanfaat. Amin

Rabu, 27 Juni 2012

Klasifikasi dalam Ilmu Logika


KLASIFIKASI DALAM ILMU LOGIKA

I.     PENDAHULUAN
Klasifikasi adalah pengelompokan barang  yang sama dan memisahkan dari yang berbeda menurut spesiasnya. Dalam kehidupan sehari-hari pekerjaan pengelompokan semacam itu sangat sering kita lakukan. Misalnya para penjual buah-buahan menyusun dagangannya dengan beberapa cara, berdasarkan macam buah yang dijual, berdasarkan harganya, dan mungkin pula berdasarkan besar kecilnya buah-buhan itu. Pemilik toko menyusun barang-barang yang dijajakan berdasarkan barang sejenis. Para ilmuwan membuat klasifikasi ilmu menjadi tiga golongan besar, ilmu-ilmu social, ilmu-ilmu kealaman dan ilmu-ilmu humaniora. Dalam makalah ini akan kita bahas lebih lanjut mengenai klasifikasi.


II. RUMUSAN  MASALAH
A.    Pengertian Klasifikasi
B.     Pembagian klasifikasi
C.     Penggolongan klasifikasi

III.               PEMBAHASAN

A.    Pengertian Klasifikasi
Yang diartikan klasifikasi (penggolongan) pengertiannya ialah karya budi manusia,untuk menganalisis, membagi-bagi menggolong-golongkan dan menyusun pengertian-pengrtian dan barang-barang menurut persamaan dan perbedaannya.[1]
 Sebagai contoh: terdapatsejumlah kelereng yang berwarna merah, putih dan biru. Disampingnya terdapat 3 buah kotak yang juga berwarna merah, putih dan biru. Apabila seorang anak kecil yang berusia Taman Kanak-kanak (3 -5 tahun) disuruh mengisi masing-masing kotak itu sesuai dengan  warna kelereng dan kotak, maka dengan mudah dan gembira-ria menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tugas mengisi kotak itu dapat bervariasi kesulitannya sesuai dengan variasi penugasannya. Walaupun terdapat banyak variasi atau kebanyakragaman/tugasan dalam hal tersebut, tetapi budi (ratio) manusia selalu melihat adanya suatu aturan atau cara yang tertentu.[2]
Manusia primitif mengelompokkan binatang menjadi binatang berbisa dan tidak berbisa, membedakan antara tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang bisa dimakan dan tidak bisa dimakan. Pengelompokan  barang-barang ini tidak lain agar kita mudah dalam berhubungan dengan benda-benda itu. Bisa dibayangkan sulitnya mencari judul buku bila buku-buku dalam perpustakaan ditumpuk begitu saja tnapa dibuat klasifikasinya.
Ada dua macam cara membuat klasifikasi, pertama dengan pembagian dan kedua dendan prnggolongan.[3]

B.     Pembagian Klasifikasi
Pembagian (Logical Division) adalah membagi suatu jenis kepada spesia yang dicakupinya. Definisi yang telah kita pelajari membahas pengertian kata sedangkan pembagian membicarakan denotasinya. Jika definisi merupakan analisis konotasi, maka pembagian merupakan analisis denotasi. Jadi pembagian merupakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai suatu genera kepada spesianya.[4]
Analisis sebagai bagian dari berpikir dan menalar merupakan proses mengurai sesuatu menjadi berbagai unsure yang terpisah untuk mengetahui sifat, bentuk, isi, hubungan dan peran masing-masing. Proses mengurai yang demikian disebut pembagian. Jelasnya pembagian adalah memecah-mecah atau menceraikan keseluruhan secara berbeda ke dalam bagian-bagian.[5]
 Kita telah mengetahui tentang jenis (genera) dan spesia (kelas, nau’) sekadarnya. Telah disebut bahwa manusia adalah spesia, jenisnya adalah binatang. Perlu kita pahami bahwa pembagian logika atas jenis dan spesia suatu benda adalah tidak mutlak. Manusia adalah spesia bila dilihat dari jurusan binatang; tetapi bila dilihat dari ras bangsa-bangsa, maka ia menjadi jenis. Ras adalah spesia, tetapi bila dilihat dari suku-suku bangsa yang tercakup di dalamnya, maka ia menjadi jenis. Demikian juga bangsa, ia adalah spesia, tetapi bila dilihat dari suku-suku bangsa yang dicakupnya maka ia menjadi jenis. Jadi spesia yang kita kehendaki tergantung daripada keluasan klasifikasi yang hendak kita buat. Bila kita datang di perpustakaan akan terlihat di sana klasifikasi buku-buku menjadi: karya umum, filsafat, agama, ilmu sosial, bahasa, ilmu murni, teknologi, seni, sastra dan sejarah. Di sini subyek-subyek tersebut diperlakukan sebagai jenis. Tetapi apabila kita menanyakan kepada seorang pustakawan apa saja jenis koleksinya, ia akan menjawab, buku, surat kabar,, selebaran, jurnal, peta, film, microfilm, maka buku di sini diperlakukan sebagai spesia.[6]
Pembagian logis dapat dibedakan atas dua jenis pembagian:
1. Pembagian universal, yaitu pembagian genus ke dalam semua species. Atau term umum ke daslam term-term khusus yang menyusunnya. Misalnya: Manusia purba (term umum) dibagi menjadi homo pithecanthropus, homo neandertal dan homo sapien. Atau manusia dibagi menjadi ras mongoloid, kaukasoid, melanesoid dan negroid.
2. Pembagian dikotomi, yaitu pemecahan sesuatu menjadi dua bagian yang saling terpisah. Misalnya Hewan dibagi hewan berakal dan hewan tak berakal. Sifat pemurah dibagi menjadi bakhil dan dermawan. Materi dibagi menjadi materi konkrit dan materi abstrak.[7]
Suatu ketika, kita tidak bisa membagi dengan model di atas, karena terbatasnya pengetahuan kita akan kelompok barang-barang dan juga sering kita dapati pembagian tersebut tidak bisa kita laksanakan, maka kita menggunakan model pembagian logika jenis lain, yaitu Pembagian Dikotomi. Pembagian dikotomi adalah pembagian dari suatu genera kepada spesia yang dicakupnya dengan cara mengelompokkan menjadi dua golongan yang dibedakan atas ‘ada’ dan ‘tidak adanya’ kualitas tertentu, seperti:[8]
Dikotomi diambil dari bahasa Latin dichotomia, artinya, pembagian secara dua-dua, berpasangan, dalam bahasa Arab disebut Sunaiyyah. Metode ini masih dianggp berguna sebagai suatu cara membuat klasifikasi. Suatu ketika kita membuat kelompok buku atas ubyek pembahasannya; manakala pembagian lebih lanjut tidak mungkin lagi maka kita kelompokkan dalam ‘kelompok aneka ragam’ sebagai kelompok yang tidak diketahui. Jadi dalam hal ini sadar atau tidak kita telah membuat pembagian secara dikotomik.[9]
Seperti diketahui di atas bahwa pembagian logis didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tertentu itu disebut hukum-hukum pembagian, yaitu aturan-aturan yang menjadi petunjuk dalam mengadakan pembagian, agar tidak terjadi kesalahan. Agar didapat spesia yang benar, maka dalam pembagian perlu diperhatikan patokan berikut:
a. Pembagian harus didasarkan atas sifat persamaan yang ada pada genera secara menyeluruh. Spesianya membuka perubahan tertentu dari sifat persamaan itu. Misalnya kita hendak membagi bidang datar, maka kita harus membagi berdasarkan perubahan tertentu dari sifat generanya, yakni jumlah sisi yang membentuknya. Kita akan mendapatkan pembagian berikut:
Segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi lebih dari enam, (tiga sisi), (empat sisi), (lima sisi), (enam sisi).Jika kita membagi ‘bidang datar’ misalnya dengan: belah ketupat, bujur sangkar, jajaran genjang, maka kita tidak membagi berdasarkan sifat yang ada pada genera secara menyeluruh dari bidang datar, melainkan perubahan tertentu dari segi empat.
Pembagian yang berdasarkan sifat yang ada pada genera secara menyeluruh adalah pembagian yang dalam bahasa latin disebut fundamentum divisionis. Syarat ini menjamin agar pembagian itu dapat menghasilkan spesia yang langsung di bawah generanya. Jika tidak demikian kita akan mendapatkan spesia yang tidak langsung, jadi ada spesia di atasnya yang diloncati.
b. Setiap pembagian harus berlandaskan satu dasar saja. Pembagian yang berlandaskan lebih dari satu dasar akan menghasilkan spesia yang simpang siur (overlap, cross division, terselip tidak karuan). Contoh dari pemabagian yang overlap adalah membagi manusia menjadi: manusia berkulit putih, manusia Aria, manusia Asia, manusia penyabar. Di sini terdapat empat macam dasar pembagian yaitu: warna kulit, ras, regional, dan sifat dari manusia.
Pembagian yang benar atas manusia, misalnya dengan dasar warna kulit, akan menghasilkan spesia-spesia: manusia berkulit putih, manusia berkulit hitam, manusia berkulit kuning, manusia berkulit merah.
c. Pembagian harus lengkap, yakni harus menyebut keseluruhan spesia yang dicakup oleh suatu genera. Ini memang sulit karena tidak selamanya mengetahui keseluruhan spesia suatu genera. Hal ini sangat tergantung akan keluasan pengetahuan kita atas kelompok barang-barang
d.  Pembagian harus dilakukan dengan cara teratur dan tidak meloncat-loncat. Pembagian wilayah waktu Indonesia: Waktu Indonesia bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah dan Waktu Indonesia bagian Timur, bukan bagian timur, lalu barat kemudiang tengah.[10]
Membagi manusia atas dasar warna kulit menjadi manusia berkulit putih dan manusia berkulit hitam saja tidak benar karena ada spesia yang masih tertinggal, demikian pada membagi agama wahyu menjadi Islam dan Yahudi saja.
Kita lihat bahwa pembagian dalam kehidupan sehari-hari berbeda dengan pembagian menurut logika. Pembagian daging menjadi iris-irisan, pembagian roti menjadi potongan-potongan, pembagian upah kerja kepada anggota kelompok bukanlah pembagian logika, karena bukan pembagian dari genera kepada spesia.[11]
Cara Melakukan Pembagian                                                                                                          
Dari pengertian pembagian dan hukum-hukum pembagian di atas maka dapalah diambil langkah-langkah dan cara-cara praktis pembagian sebagai berikut:
1.  Memikirkan pola pendekatan atau sudut pandang atau system pembagian yang diinginkan.
2.  Mencari dan menemukan pola pembagian. Bila ternyata menemukan pola pembagian yang banyak yang dirasakan semuanya penting, pilihlah satu dahulu, lalu bagilah. Setelah itu barulah beralih ke pola yang kedua dan demikian seterusnya.
3.  Memikirkan luas pengertian dan seluruh anggota yang msuk dalam himpunan yang akan dibagi. Dan pastikan baha kita telah menjangkau luas pengertian maupun anggotanya.
4.  Menetapkan sub-sub kelompok yang masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda antara satu sub dengan sub-sub lainnya.
5.  Memasukkan setiap anggota ke dalam sub kelompok sesuai ciri-ciri khas yang dimiliki. Dan pastikan baha tidak ada satu anggotapun yang belum masuk, dan tidak ada satu anggotapun yang merangkap menjadi anggota dan dua sub kelompok atau lebih.[12]
C.    Penggolongan klasifikasi
Jika dalam pembagian kita menguraikan denotasi suatu genera maka dalam penggolongan kita mencoba mengatur barang-barang dalam kelompok spesia. Jadi antara pembagian dan penggolongan mempunyai arah bertentangan. Pembagian bergerak dari atas ke bawah, yakni dari genera kepada spesia, sedangkan penggolongan bergerak dari bawah ke atas, dari individu-individu menuju spesianya. Pengelompokan barang-barang atas golongan tertentu, didasarkan atas persamaan atribut dan perbedaannya. Barang-barang yang mempunyai persamaan tertentu dikelompokkan ke dalam golongan yang sama dan barang-barang yang mempunyai ciri-ciri berbeda dengan kelompok pertama digolongkan ke dalam golongan yang lain pula.[13]
Penggolongan kebalikan dari pembagian. Pembagian bergerak menurun ke dalam bagian-bagian yang semakin kecil dan sempit sampai tercapai bagian yang paling kecil, paling bawah dan paling sempit (gerak deduktif). Penggolongan bergerak dari realitas (barang, kejadian, fakta, gerak, dan perilaku) yang beraneka ragam ke arah keseluruhan seca sistematis (gerak induktif).[14]
Adapun cara yang dipilih erat hubungannya dengan suatu tujuan yang akan dicapai. Misalnya buku-buku di perpustakaan digolongkan menurut ukuran-ukuranya, bahasannya, nama pengarangnya, judulnya dan sebagainya.[15]
Yang lazim dipakai sekarang ialah sistem minimal 3 macam katalog sebagai berikut:
a.       Katalog judul;
b.      Katalog pengarang;
c.       Katalog subyek (disiplin ilmiah).
Dengan persyaratan penggolongan atau sistem katalog ini bertujuan untuk mempermudah para pembaca dalam memilih buku yang akan dibaca. Untuk mencapai sasaran dari klasifikasi/penggolongan itu seyogyanya memenuhi 4 syarat sebagai berikut:

·         Penggolongan harus benar-benar memisahkan
·         Penggolongan harus sesuai dengan dasar yang sama
·         Penggolongan harus konsisten dengan tujuan yang akan dicapai.
Dalam hubungan klasifikasi (penggolongan ) ini terdapat beberapa kesulitan sebagai berikut:
1.       apa yang benar  untuk sebagian, belum tentu benar untuk
2.      Adanya kesulitan dalam menentukan batas-batas penggolongan
3.      Kecenderungan manusia untuk menggolongkan orang/barang itu atas dichonomi saja.
Penggolongan seperti ini tidak lengkap, karena di antara dua kutub penilaian itu masih  terdapat bentuk-bentuk peralihan. Kesalahan-kesalahan seperti ini banyak disalahgunakan oleh para ahli propaganda, yang hanya memakai dichtonomi tersebut, tanpa mengenal adanya nuansa-nuansa masalah dan liku-likunya masalah (misalnya: slogan-slogan: revolusioner –kontrarevolusioner; kapitalis sosialis; dogmatis konservatif dogmatis utopik. Juga radikalisme alternatif yang ditunjuk oleh Hans Albert, seorang penganut Rasionalisme Kritis Karl Popper dan sebagainya).[16]
Jadi dengan kemiripan dasar yang dimiliki oleh individu barang-barang itulah penggolongan dilaksanakan. Pengetahuan kita tidak lain adalah penggolongan barang-barang atas golongan tertentu. Jika indera kita menangkap suatu obyek, yang mula-mula kita lakukan adalah berusaha menemukan jenisnya (generanya), kemudian membandingkan dengan barang lain yang tercakup dalam jenis itu. Jika kita tidak dapat menemukan ke dalam jenis yang sudah kita kenal, maka kita dalam keadaan bimbang, artinya kita tidak bisa memberikan identifikasi barang tersebut.[17]
Ada dua macam penggolongan:
1. Penggolongan kodrati atau alam (penggolongan natural). Penggolongan alam adalah penggolongan yang disusun atas kecerdasan kita, seperti penggolongan melalui mawar, kenanga dan pacar sore ke dalam golongan ‘bunga’.
2. Penggolongan buatan (penggolongan artifisial). Penggolongan buatan adalah penggolongan yang didasarkan atas satu sifat. Dikatakan ‘buatan’ karena penggolongan itu dimaksudkan untuk mengabdi tujuan tertentu. Contoh dari penggolongan ini misalnya penyusunan kata dalam kamus, penyusunan buku dalam perpustakaan, pengelompokkan barang-barang di toko. Penggolongan ini bertujuan untuk mendapatkan kemudahan sejauh mungkin.
Penggolongan, baik penggolongan alam maupun penggolongan buatan dinamakan juga klasifikasi dalam arti sempit.[18]
IV. KESIMPULAN
Klasifikasi adalah pengelompokan barang yang sama dan memisahkan dari yang berbeda menurut spesianya. Dalam kehidupan sehari-hari pekerjaan mengelompokkan semacam itu sangat sering kita lakukan. Manusia primitif mengelompokkan binatang menjadi binatang berbisa dan tidak berbisa, membedakan antara tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang bisa dimakan dan tidk bisa dimakan. Seperti diketahui di atas bahwa pembagian logis didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tertentu itu disebut hukum-hukum pembagian, yaitu aturan-aturan yang menjadi petunjuk dalam mengadakan pembagian, agar tidak terjadi kesalahan. Terdapat pula dua macam penggolongan yaitu: Penggolongan kodrati atau alam (penggolongan natural) dan  Penggolongan buatan (penggolongan artifisial). Penggolongan, baik penggolongan alam maupun penggolongan buatan dinamakan juga klasifikasi dalam arti sempit.

V.                PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, semoga dapat menambah ilmu serta bermanfaat bagi kita semua. Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, kami hanyalah manusia biasa yang mamiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharpkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah.



DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Wadjiz. Logika I & II. Yogyakarta: Yayasan Al-Djami’ah.1969
Beardsley, Monroe. Thinking Straight. New Jersey: Prentice Hall, Inc,. 1965
Dhofir. Pengantar Logika. Jakarta : Bina Aksara.1982
Mundiri. LOGIKA. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2000
Salam, Burhanuddin. LOGIKA FORMAL (Filsafat Berfikir). Jakarta: Bina Aksara. 1988
Syidni, Muhammad Fatkhis. Ususul-Mantiqi wa Manhajul-Ilmi. Bairut: Darun Nahdatil’Arabiyyah: 1970












[1] Drs.burhanuddin Salam. LOGIKA FORMAL (Filsafat Berfikir). Hlm.50
[2] Ibid hlm:50
[3] Drs. Mundiri. LOGIKA. Hlm.37
[4] Muhammad Fatkhis Syinity. Ususul-Mantiqi wa Manhajul-‘Ilmi. Hlm.67
[5] Dhofir. Pengantar Logika. Hlm: 20
[6] Drs. Mundiri. Op.cit., hlm. 38
[7] Dhofir. Op.cit., hlm. 20-21
[8] Muhammad Fatkhis Syinity. Op.cit., hlm. 69
[9] Wadjiz Anwar. Logika I & II. Hlm. 46
[10] Drs. Mundiri. Op.cit., hlm. 38-40
[11] Dhofir. Op.cit., hlm. 22
[12] Ibid. Hlm.22-23
[13] Drs. Mundiri. Op.cit., hlm.41
[15] Drs. Burhanuddin Salam. Op.cit., hlm. 50
[16] Ibid. Hlm. 51-52
[17] Monroe C. Beardsley. Thinking Straight. Hlm. 57
[18] Drs. Mundiri. Op.cit., hlm. 41-42

1 komentar: