Selamat Datang di Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Blog ini merupakan hasil matakuliah Teknologi Komunikasi dan Informasi, namun tidak menutup kemungkinan Blog ini akan terus berkembang untuk kemajuan Dakwah Islam. Terima kasih atas kunjungannya dan selamat menikmati bacaan yang ada. Semoga Bermanfaat. Amin

Selasa, 26 Juni 2012

Daulah ‘Utsmaniyyah


I.     PENDAHULUAN

Pada waktu Munguliyah sedang menuju kehancurannya, maka bangkitlah Daulah Usmaniyah di Asia Kecil, yang kemudian dengan segera menyebrang laut menuju Eropa, dan dalam tahun 857 H. Kota Konstantinopel (Istambul) dapat direbutnya.
Dari Istambul Daulah Usmaniyah memperluas daerah kekuasaannya ke Semenanjung Balkan, sehingga kota Wina dikepungnya, dan berkibarlah bendera Islam diangkasa Timua Eropa, sungguhpun pada waktu itu Andalusia mulai lepas dari kekuasaan Islam.
Dari semenanjung Balkan, Daulah Usmaniyah melebarkan sayapnya kejurusan timur, sehingga dalam waktu yang sangat pendek seluruh Persia dan Irak yang dikuasai oleh Daulah Shafawiyah yang beraliran Syi’ah dapat dikuasainya, sehingga aliran Syi’ah digantinya dengan aliran Sunny.
Masa Usmany bagi Kebudayaan Islam, adalah zaman yang paling suram dalam sejarahnya, karena keadaan politik dan sosial yang kacau memberi pengaruh yang sangat jelek kepada perkembangan kebudayaan pada umumnya, dan perkembangan ilmu pada khususnya. Dalam zaman yang suram ini bagi kebudayaan Islam, hampir-hampir tidak pernah lahir para Ulama yang mempunyai  pikiran originil.[1]
Daulah ‘Utsmaniyyah ternyata adalah daulah yang banyak dipengaruhi aqidah tasawuf mendukung penuh gerakan Sufi dgn berbagai macam tarekat-tarekat yg sangat bertentangan dengan Islam dan tauhid. dlm pemerintahan Daulah ‘Utsmaniyyah telah masuk berbagai macam bentuk adat termasuk sebagian adat peribadatan Nashara seperti cara kehidupan kependetaan yang dikenal dgn Ar-Rahbaniyyah melantunkan dzikir-dzikir dgn lantunan nada diiringi tari-tarian disertai pula teriakan-teriakan dan tepuk tangan. Berbagai macam bentuk peringatan maulid dan berbagai macam aliran bid’ah yg lainnya. Bahkan telah masuk pula adat istiadat Hindu Persia dan Yunani dgn berbagai macam dakwah aqidah yg menyesatkan.[2]


II.   RUMUSAN  MASALAH

A.      Latar belakang berdirinya Daulah (Dinasti) ‘Utsmaniyyah
B.       Pendekatan Unsur-unsur dakwah pada masa Daulah ‘Utsmaniyyah
C.       Pemerintahan ‘Utsmaniyyah
D.      Runtuhnya Daulah ‘Utsmaniyyah

III.   PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Berdirinya Daulah ‘Utsmaniyyah
Awal berdirinya dinasti Utsmaniyyah terkemas dalam legenda dan beberapa fakta sejarah yang kuat diketahui sebelum tahun 1300. Dinasti ini tampaknya berasal dari suku Qayigh Oghuz dan memimpin sekelompok nomadik di Asia Kecil, dengan demikian mereka merupakan bagian dari gelombang besar orang Turkmen yang datang dari timur dan membuat mundur Byzantium.  ‘Utsmaniyyah  tidak begitu terkait dengan Sultan-sultan Seljuk selama abad ketiga belas memaksa mereka bergerak ke Anatolia bagian barat laut, provinsi kuno Bithynia dan kemudian wilayat ‘Utsmaniyyah Hudavendikar.
Sementara kesultanan- kesultanan Turki yang lebih mapan didirikan di bagian-bagian lain Anatolia, seperti Qaramaniyyah, Mentesye Oghullari dan Germiyan Oghulari, ‘Utsmaniyyah harus terus diperbesar melawan Byzantium.  Pasukan mereka karena itu terus diperbesar dengan merekrut pendatang-pendatang baru orang-orang Turkmen dari timur, yang ingin menjadi ghazi atau prajurit iman melawan orang Kristen, dan dari ghazi-ghazi inilah dinasti ‘Utsmaniyyah mendapatkan tradisi militer dan semangat yang memberi jalan baginya untuk berkembang dan maju, dan akhirnya mencaplok semua kesultanan Turki lainnya yang lebih statis.[3]
Pada tahun 758/1357 Utsmaniyyah masuk ke Eropa di Gallipoli, dan dengan memanfaatkan orang-orang Slav Balkan dan permusuhan keagamaan Ortodok dan Katolik, mereka segera dapat menguasai bagian besar Balkan, wilayah-wilayah taklukan ini pada akhirnya terbentuk menjadi provinsi Rumelia. Yang menunjukan kosentrasi baru ‘Utsmaniyyah kepada Eropa, bukannya Asia, adalah dipindahkannya ibukota mereka dari Bursa ke Edirne (Adrianopel) pada tahun 767/1366.
Pada tahun 796/1394 Bayezit I mendapatkan dari faineat Khalifah Abbasiyyah di Kairo, Al-Mutawakkil I, gelar Sultan Rum, kekaisaran Asianya lambat laun dihancurkan oleh serangan hebat Timur, yang mengalahkan Sultan Ankara pada tahun 805/1402. Pada dekade-dekade berikutnya, kekaisaran Utsmaniyyah di Asia Kecil lambat-laun dapat dipersatukan kembali, dan Qaramaniyyah merupakan kelompok besar terakhir yang dikuasai, dan pada tahun 857/1453 Mehmet sang Penakluk akhirnya merebut Contantinopel.
Abad ke-enam belas merupakan zaman keemasan kekaisaran ini. Pada tahun 923/1517 Selim si Kejam merebut Mesir dan Suriah dari tangan pemerintah Mamluk yang sudah lemah setelah kemenangan Mohacz pada tahun 932/1526, Sulayman yang Mulia menundukkan sebagian besar Hungaria di bawah pemerintahan ‘Utsmaniyyah selama satu setengah abad lebih, berbagai posisi yang aman di Italia selatan dapat dikuasai.[4]   
Pada puncak kekuatan mereka ini, Utsmaniyyah bersikap toleran terhadap minoritas keagamaan dan etnik yang ada di dalam kekaisaran mereka dan kaum Yahudi misalnya berbondong-bondong kekaisaran Utsmaniyyah untuk berlindung dari kejaran kaum Kristen Eropa. Menjelang akhir abad ke tujuh belas orang Turki di Eropa timur mulai mendapatkan angin buruk.
Pasukan Baru yang tidak disiplin telah lama menjadi perintang bagi modernisasi pasukan Turki, namun sebelum tahun 1241/1826 Mahmud II menghancurkan kekuasaan mereka. Secara ekonomi, negeri Turki dan Arab mulai menderita akibat kompetisi barang-barang manufaktur dan teknik-teknik  perdagangan barat yang unggul, produksi dalam negeri mengalami kemerosotan, sumber-sumber pendapatan dalam negeri pun menurun, dan pada abad kesembilan belas ulang kali terhuyung-huyung di tepi jurang kebangkrutan.[5]


B.     Pendekatan Unsur-Unsur Dakwah Pada Masa Daulah ‘Utsmaniyyah
Khilafah daulah ‘Utsmaniyah tercatat memiliki sekitar 30 orang khalifah, yang berlangsung mulai dari abad 10 Hijriyah atau abad ke 13 Masehi. Selama masa kekhalifahan daulah ‘Utsmaniyah dipimpin khalifah yang silih berganti.[6] Struktur dakwah pada masa daulah Utsmaniyah meliputi unsur-unsur dakwah sebagai berikut:
1.   Da’i
            Kehidupan Utsman I, pendiri dinasti Utsmani dari tahun 699-726 H, adalah kehidupan yang dipenuhi dengan jihad dan dakwah di jalan Allah. Beliau bersifat al-ulama wa al-umara, karena selain sebagai ulama beliau pun sebagai pemimpin pada daulah ini. setelah beliau wafat generasi selanjutnya diteruskan oleh anaknya yang bernama Sultan Orkhan bin Utsman, yang berkuasa dari tahun 726-761 H.
            Beberapa khalifah yang lemah pada masa ini antara lain: Sultan Mustafa I. Sultan Utsman II, Sultan Murad IV, Sultan Ibrahim bin Ahmad, Sultan Muhammad IV, Sultan Sulaiman II, Sultan Ahmad II, Sultan Mustafa II, Sultan Ahmad III, Sultan Mahmud I, Sultan Utsman III, Sultan Mustafa III, Sultan Abdul Hamid I.
 Sifat seorang da’I pada masa ini tidak semua memiliki sifat al-ulama dan al-umara. Namun ada yang bersifat al-ulama saja atau yang bersifat al-umara, bahkan bersifat al-ulama wa al-umara’ pun ada. Maka itu sifat yang bercorak adalah al-ulama, al-umara, dan al-ulama wa al-umara.[7]
2.      Mad’u
            Kondisi mad’u pada masa daulah Utsmaniyah umumnya bersifat al-ummah, karena pada masa daulah ini, masih banyak yang belum menerima Islam sebagai agamanya. Akan tetapi, dari dinasti sebelumnya sudah banyak pula yang sudah menerima Islam. Jadi, corak mad’u pada masa daulah Utsmaniyah yaitu mad’u ijabah dan ummah.
            3. Materi
Materi yang diterapkan pada masa daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan muamalah. Di mana pada masa Utsmaniyah materi-materi seperti fiqih, tata cara membaca Al-Qur’an, berwudhu dan lain-lain, lebih dipermantap lagi penerapannya. Pada masa ini ketahuidan (meng-Esa-kan) pun ditanamkan pada umatnya.
4. Metode
Pada masa Utsmaniyah ada beberapa macam metode yang digunakan dalam berdakwah antara lain:


·      Ekspansi
·      Ceramah
·      Metode Kelembagaan
·      Metode Missi (Bi-’tsah)
·      Metode Tanya-Jawab
·      Metode Bimbingan Konseling
·         Metode Keteladanan
·         Metode Propaganda
·         Metode Diskusi
·         Metode Karya Tulis
·         Metode Silaturrahmi (Ho-me Visit)
·         Metode Korespondensi


5. Media
Pada masa ‘Utsmaniyah ada beberapa macam metode yang digunakan dalam berdakwah antara lain:
Ø Sekolah-sekolah
Ø Masjid
Ø Rumah Sakit
Ø Media Cetak
   Unsur-unsur dakwahnya yaitu:
a.       Da’i, yang mana khalifah pada masa ini sekitar 30 orang, namun ada diantaranya khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya. Corak da’i pada masa ini bersifat al-ulama’, al-umara’, dan al-ulama’ wa al-umara’.
b.      Mad’u, pada masa ini mad’u masih bercorak al-ijabah dan al-ummah.
c.       Materi, materi pada daulah Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan muamalah.
d.      Metode, metode yang digunakan yaitu: ekspansi, ceramah, kelembagaan, missi,     tanya jawab, bimbingan konseling, keteladanan, propaganda, diskusi, karya tulis, silahturahmi dan korespondensi.
e.       Media, media yang digunakan yaitu: sekolah, rumah sakit, masjid dan
media cetak.[8]

C.    Pemerintahan ‘Utsmaniyyah
Negara yang didirikan oleh Utsmaniyyah terletak dobagian barat laut Anatolia, kawasan yang dekat dengan Bizantium. Keadaan wilayah itu sendiri mengundang datangnya para pelarung untuk berperang di perbatasan dan juga menarik pada nomaden Turki yang bergerak ke arah barat guna mencari lahan penggembalan. Tetapi, di wilayah itu sendiri, tepatnya di daerah perbatasan, terdapat lahan pertanian yang cukup produktif dan luas, serta kota-kota pasar, yang sebagian menjadi titik penting rute perdagangan yang melintas dari Iran dan Asia jauh menuju Meditarenia.
Dengan kekuatannya yang meningkat, negara ini pun mampu berbelok ke arah timur di Anatolia, kendati sementara terhambat oleh tentara penakluk Turki yang datang dari timur, yaitu Timurlenk. Pada 1453 M, negara ini menguasai seluruh apa yang ditinggalkan Imperium Bizatium dan menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota barunya dengan nama Istanbul.[9]
Dalam tahap awal ekspansinya, sebagian besar militer Utsmani merupakan kekuatan kaveleri yang direkrut dari orang-orang Turki dan penduduk lain dari Anatolia dan pedesaan Balkan. Para pejabat tinggi militer dan pemerintahan secara rutin bertemu di istana dalam sebuah dewan (divan) yang memutuskan kebijakan, menerima duta besar asing, memoersiapkan segala perintah, menyalidiki keluhan, merespon petisi-petisi, khususnya berkenaan dengan penyelewengan kekuasaan.
Dengan cara ini sang penguasa bisa memelihara kendalinya atas seluruh sistem pemerintahan.  Diantara tugas pemerintah adalah mengumpulkan pajak yang merupakan tulang punggungnya. [10]
Namun pada tingkatan tertentu tatanan tidak dapat dipelihara atau pajak tidak dikumpulkan tanpa bekerja sama dengan reaya. Jika pemerintahan hendak berurusan dengan kelompok rakyat tertentu secara terpisah untuk tujuan dan pelayanan kenegaraan lainnya. Maka kelompok rakyat tersebut dianggap sebagai sebuah unit, dan salah satu anggota diakui sebagai penengah yang dapat diterima oleh kolompoknya juga oleh pemerintah.
Berbagai komunitas Yahudi dan Kristen memiliki kedudukan khusus, karena mereka membayar pajak kepala serta memiliki sistem sendiri, dan juga karena pemerintah harus memastikan kesetiaan mereka. Dengan cara ini non muslim terintegrasi kedalam penduduk pada umumnya.
Mereka dapat menjalankan sebagian aktivitas perekonomian. Kaum Yahudi  berkedudukan penting sebagai bankir, sedangkan orang-orang Yunani dalam perdagangan laut. Menjelang abad ke-16 M. Orang-orang Armenia mulai menonjol dalam perdagangan sutra.[11]
D.    Runtuhnya Daulah Utsmaniyyah
Keruntuhan dahsyat yang diderita dunia Islam, baik di timur (Bagdhad) maupun di barat (Andalusia) tidaklah mengurangi semangat juang kaum Muslim untuk bangkit kembali. Semua peristiwa jatuhnya dunia Islam tersebut dikarenakan serbuan Salibiyah dari barat oleh kaum Kristen Europa dan dari timur oleh bangsa Tatar-Mongol. Dan kemudian pengusiran total kaum Muslimin dari seluruh wilayah Europa Barat ialah Spanyol (Andalus). Pemerintah Abbasiyah yang memegang kuasa atas dunia Islam selama kurang lebih 5 abad lamanya, mengahadapi kehancurannya di bawah injakan kaki tentara Tartar yang berkuasa dengan sangat kejam.[12]
Ekspansionisme Rusia merupakan ancaman khusus, sebab Rusia menaklukkan sekutu Utsmaniyyah Tartar Crimea, dan ingin menguasai istanbul dan Bosphorus, sehingga dengan demikian dapat menjangkau Mediterrania. Pada tahun-tahun pertama abad ke-19, serdadu Albania, Muhammad Ali menjadi gubernur dan penguasa Mesir yang memiliki otonomi, Yunanimemberontak dan pada tahun 1829 kemerdekaannya diakui dan Algeria jatuh ke tangan Perancis. Tumbuhnya sentimen kebangsaan yang disebabkan oleh Revolusi Perancis membuat rakyat Balkan bangkit melawan kekuasaa Turki dan pada akhir perang Balkan Kedua tahun 1912-13, Turki di Eropa tinggallah Thrace Timur. [13]
Keikutsertaan Turki dalam Perang Dunia Pertama di pihak kekuatan-kekuatan Sentral menyebabkan Turki menyebabkan privinsi-provinsi Arab, dan mendorong Eropa mengklaim apa yang merupakan wilayah etnik Turki. Namun ketamakan Eropa ini membangkitkan reaksi kebangsaan Turki yang satu aspeknya adalah kejenuhan dengan dinasti Utsmaniyyah itu sendiri, yang tampaknya menjadi penghalang kemajuan dan yang dicirikan dengan kemunduran dua abad sebelumnya.
Dengan dorongan pemimpin nasionalis Mushthafa Kemal Ataturk, kesultanan Utsmaniyyah tersingkirkan pada tahun 1922, dan kemudian pada tahun 1924 kekhalifahannya pun berakhir dan penguasa ‘Utsmaniyyah terakhir’ Abdul Majid II tumbang.[14]
 Jika boleh disimpulkan bahwa keruntuhan Daulah ‘Utsmaniyyah disebabkan dua faktor utama:
1. Faktor kelemahan politik dan keamanan Daulah ‘Utsmaniyyah yang ditandai dengan:
a. Kekalahan dlm perang menghadapi kekuatan kafir Eropa sehingga terpaksa harus menandatangani perjanjian damai sejak jauh hari sebelum lahir Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
b. Banyak gerakan separatis di daerah yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan Daulah ‘Utsmaniyyah.
c. Keadaan parlemen dan kementerian negara yang telah banyak disusupi oleh kaki tangan asing dalam rangka meruntuhkan kekuatan negara dari dalam.
2. Faktor aqidah dan kehidupan keagamaan pemerintah Daulah ‘Utsmaniyyah maupun rakyat yang telah banyak diwarnai kesyirikan bid’ah khurafat serta kemaksiatan.[15]




IV.   KESIMPULAN

             Pada tahun 656 H/1267 M, Utsman lahir, beliau anak dari Urtughril. Utsman inilah yang menjadi nisbat (ikon) kekuasaan khilafah ‘Utsmaniyah. Tahun kelahirannya bersamaan dengan serbuan pasukan Mongolia di bawah pimpinan Hulaku yang menyerbu ibu kota khilafah Abbasyiah. Penyerbuan ini merupakan peristiwa yang sangat mengenaskan dalam sejarah. Pada situasi yang mencekam dan sangat kritis ini, serta dalam kondisi umat yang dilanda rasa takut mati dan cinta dunia, lahirlah Utsman peletak dasar khilafah ‘Utsmaniyah.
Utsman menamakan daulah dengan nama yang diambil dari namanya. Awalnya cikal bakal dari daulah ini adalah negeri kecil yang lemah, ibarat bayi negeri ini perlahan tumbuh dan akhirnya menjadi negeri Islam terkuat di dunia. Utsman memerintah mulai dari tahun 699-726 H, jadi pemerintahan Utsman ini berdiri selama 27 tahun.
Utsman adalah pendiri daulah ‘Utsmaniyah, yang berdiri dari tahun 699-726 H. Jadi, daulah ini berdiri selama 27 tahun.  Khalifah pada masa daulah Utsmaniyah sekitar 30 orang khalifah. Namun, ada 13 khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya.

Unsur-unsur dakwahnya yaitu:
a.       Da’i, yang mana khalifah pada masa ini sekitar 30 orang, namun ada diantaranya khalifah yang lemah dalam kepemimpinannya. Corak da’i pada masa ini bersifat al-ulama’, al-umara’, dan al-ulama’ wa al-umara’.
b.      Mad’u, pada masa ini mad’u masih bercorak al-ijabah dan al-ummah.
c.       Materi, materi pada daulah ‘Utsmaniyah meliputi akidah, syariah dan muamalah.
d.      Metode, metode yang digunakan yaitu: ekspansi, ceramah, kelembagaan, missi,     tanya jawab, bimbingan konseling, keteladanan, propaganda, diskusi, karya tulis, silahturahmi dan korespondensi.
e.       Media, media yang digunakan yaitu: sekolah, rumah sakit, masjid dan
media cetak.

V.      PENUTUP

Dengan terselesaikannya makalah ini, penyusun berharap para pembaca dapat memberikan tanggapan atau pun sanggahan yang bersifat membangun. Dan juga penyusun tidak lepas dari kesalahan dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap dengan disusunnya makalah ini kita semua dapat mengetahui sejarah-sejarah dakwah pada daulah Utsmaniyah.
  DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah. 2009
Aziz, Moh Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana. 2007
Ash-Shalabi. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyyah. Jakarta: Pustaka Al-        Kautsar. 2003
Bosworth, C.E. Dinasti-Dinasti Islam. Bandung: Penerbit Mizan. 1980
Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islam.  Jakarta: Bulan Bintang. 1975
Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. Bandung: Mizan. 2004
Ilahi, Wahyu & Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana. 2007
www.asysyariah.com




                                               



[1] A. Hasjmy. Sejarah Kebudayaan Islam. Hlm. 398
[2] www.asysyariah.com
[3]C.E. Bosworth. Dinasti-Dinasti Islam. Hlm. 163
[4]Ibid. Hlm. 164
[5] Ibid. Hlm. 165
[6] Muhammad Ali Aziz. Ilmu Dakwah. Hlm. 89
[7] Wahyu Ilahi & Harjani Refni. Pengantar Sejarah Dakwah. Hlm. 63
[8] Muhammad Ali Aziz. Ilmu Dakwah. Hlm. 129
[9] Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim. Hlm. 411-412
[10] Ibid. Hlm. 418
[11] Ibid. Hlm. 421-422
[12] Ali Muhammad Ash-Shalabi. Bangkit dan Runtuhnya Khalifah Ustmaniyyah. Hlm. 345
[13] C.E. Bosworth. Op, cit. Hlm. 165
[14] Ibid. Hlm. 166
[15] www.asysyariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar