Selamat Datang di Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Blog ini merupakan hasil matakuliah Teknologi Komunikasi dan Informasi, namun tidak menutup kemungkinan Blog ini akan terus berkembang untuk kemajuan Dakwah Islam. Terima kasih atas kunjungannya dan selamat menikmati bacaan yang ada. Semoga Bermanfaat. Amin

Jumat, 22 Juni 2012

Bimbingan Konseling Terhadap Anak Jalanan


Bimbingan Konseling Terhadap Anak  Jalanan
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek.hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak berbasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab, dan bermasa depan cerah.


Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau ditempat-tempat umum. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun, melakukan kkegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitas tinggi.
Munculnya anak jalanan diakibatkan keterpurukan ekonomi yang dialami oleh masyarakat yang mengakibatkan banyak yang kehilangan pekerjaan dan tidak mampu membiayai keluarganya secara material, sehingga anak-anak yang seharusnya duduk dibangku sekolah ataupun bermain dituntut untuk turun ke jalan dan membantu orang tua mereka mencari nafkah.
Di Indonesia, menurut hukum adat, anak sering dikatakan minderjaring heid (bawah umur), yaitu apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain, seperti dikuasai oleh orang tuanya , maka ia dikuasai oleh walinya (voodg). Jadi selama seseorang masih dikategorikan anak-anak, seharusnya masih dalam tanggung jawab orang tua wali ataupun Negara tempat si anak tersebut menjadi negara tetap.
Anak jalanan dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu :
·         Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orng tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semu fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarga sudah terputus. Kelompok ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali kerumah, kehidupan jalanan dan solidaritas sesama temannya telah menjadi ikatan mereka.
·         Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering kali diidentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja di pagi sampai sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan kumuh bersama dengan saudara atau teman-teman senasibnya.
·         Anak-anak yang berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam dijalana sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka ke jalan karena terbawa teman, belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua. Aktifitas mereka yang mencolok adalah berjualan koran.
·        


Anak-anak jalanan yang berusia diatas 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum kurban yang mengikuti orang dewasa (orang tua ataupun saudaranya) ke kota. Pekerjaan mereka biasanya memcuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengamen, pengemis dan pemulung.

Anak-anak yang hidup dijalanan, sangat rentan mendapat perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum dijalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan dan kemajuan, terpaksa harus berjuang sendirian mempertahankan hidup. Fisik dan jiwa mereka masih rentan, secara terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam, yaitu dunia jalan.
Terkait dengan kondisi tersebut, permasalahan anak jalanan sudah merupakan permasalahan kursial yang harus ditangani sampai ke akar-akarnya. Sebab jika permasalahannya ditangani di permukaan saja, maka setiap saat permasalahan tersebut akan muncul dan muncul kembali, serta menyebabkan timbulnya permasalahan lain yang justru lebih kompleks. Seperti munculnya orang dewasa jalanan, kriminalitas, premanisasi, eksploitasi tenaga, eksploitasi seksual, penyimpangan perilaku. Jika masalah ini tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan ancaman bagi kelangsungan masa depan anak itu sendiri bahkan akan sangat membahayakan masa depan bangsa kita karena rendahnya kualitas pemuda Indonesia.
Depdiknas tahun 2000 tentang sejumlah orang yang tidak sekolah. Sedikitnya 7,2 juta anak Indonesia tidak mampu merasakan bangku sekolah. Jawabannya sangat jelas karena tidak adanya uang untuk biaya sekolah. Kemiskinan apapun sebabnya membuat akses pada sekolah menjadi sempit. Mereka yang bergerak untuk melakukan pendidikan alternatif atau yang punya keinginan untuk mengasuh sejumlah anak jalanan agar tahu huruf dan mencium bau sekolah. Kegiatan yang patut dihargai meski soalnya pada kekuatan negara, yang malas untuk mengurus pendidikan.
Krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi, kemudian meluas menjadi krisis multidimensi, mengakibatkan semakin banyak anak-anak usia sekolah terkena dampaknya. Banyak diantara mereka tidak bersekolah lagi, karena orang tua mereka terkena pemutusan hubungan kerja. Ada korelasi kuat semakin luasnya krisis ekonomi diikuti pula oleh makin banyaknya anak-anak tidak berada di ruang sekolah lagi. Pada jam-jam sekolah, mereka berhamburan di mana-mana, bahkan di jalanan. Tidak bisa tidak, angka anak jalanan meningkat tajam. Menurut hasil penelitian Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Depsos (2003), penanganan anak jalanan di seluruh wilayah Indonesia belum memiliki pola dan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberadaan Rumah Singgah misalnya, dinilai kurang efektif karena tidak menyentuh akar persoalan yaitu kemiskinan dalam keluarga “(Kompas, 26 Pebruari 2003). Hal ini bisa kita lihat dari pola asuh yang cenderung konsumtif. Tidak produktif karena yang ditangani adalah anak-anak, sementara keluarga mereka tidak diberdayakan.
Ada beberapa usaha untuk membantu mereka keluar dari keidupan jalanan. Tapi usaha itu terhalang karena itu tadi : Uang yang gampang didapat lewat ngemis. Beberapa anak jalanan yang dibina di rumah singgah dengan diberi bimbingan pendidikan, ketrampilan dan pemberian kesempatan kerja. Ironisnya, mereka hanya bertahan beberapa bulan lalu kembali ke jalan.
Beberapa anak yang disekolahkan dan ditanggung biaya hidupnya juga balik lagi ke jalanan. Waktu ditanya, jawabannya adalah karena memang lebih enak dan gampang mendapatkan uang di jalanan. Daripada kerja atau, apalagi, kembali sekolah. Kesimpulannya, uang yang kita berikan ke mereka berdampak mengerikan bagi nasib si anak jalanan. Secara tidak langsung dengan uang itu kita sudah menginvestasikan kemalasan, kebodohan, peningkatan kriminalitas, sampai masa depan suram bagi anak-anak yang dikasih uang itu. Kita perlu sebuah kesadaran baru untuk tidak memberi uang secara langsung sama anak jalanan. Tapi memberi mereka kesempetan. Ada beberapa pilihan untuk kesempatan yang dibutuhkan anak jalanan: Misalnya pendampingan. Anak jalanan ngerasa bahwa mereka adalah mahluk yang tersisih dan nggak dicintai. Maka ketimbang sekedar memberi uang, kita lebih dibutuhkan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka. Uang kita ganti dengan waktu yang kita sediakan untuk mendampingi mereka. Pilihan kedua, kita bisa membantu mereka dalam pendampingan bimbingan belajar, atau memberi kesempatan mereka untuk sekolah lagi dengan beasiswa, atau bimbingan untuk mengikutsertakannya dalam ujian pesamaan untuk anak yang sudah melewati batas usia sekolah. Uang yang akan kita berikan ke mereka sebaiknya di”konversi” menjadi beasiswa.

Agar dapat memberikan sebuah konseling yang baik dan benar terhadap anak  jalanan usia sekolah kita harus mengerti tentang:

Ø    Pengertian anak jalanan,

Ø    Mengapa Anak Jalanan Enggan Bersekolah,

Ø    Alasan anak Jalanan Kehilangan Motivasi Belajar,

Ø    Tujuan Pendidkan,

Ø    Pentingnya pendidikanbagi semua orang, dan

Ø    Cara yang efektif untuk membangun kesadaran belajar terhadap anak jalanan usia sekolah.

Berkenaan dengan kegiatan konseling kita sebagai konselor juga ikut andil dalam memajukan pendidikan di Negara Indonesia, baik anak jalanan usia sekolah maupun dalam sekolah. Untuk itu kita juga harus mengerti dan memahami alasan anak jalanan tidak bersekolah.

Salah satu strategi pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah pemberian bimbingan kelompok kepada anak jalanan tersebut. Bimbingan kelompok berguna untuk membantu anak jalanan menemukan dirinyasendiri, mengarahkan diri dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Disamping itu pemberian bimbingan kelompok juga memberikan kesempatan



kepada anak jalanan untuk belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahandirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Dengan adanya pemberian bimbingan kelompok kepada anak jalanan diharapkan dapat merubah paradigma anak jalanan untuk kembali melanjutkan pendidikannya agar terciptanya pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan Ilmu ekonomi berpandangan apapun yg dilakukan sesorang atau sekelompok orang umumnya selalu dilakukan berdasarkan pertimbangan untung-rugi. Dengan kata lain ilmu ekonomi berpandangan bahwa anak-anak jalanan pun bertindak rasional.


Kurangnya perhatian dari pemerintah dan cara yang tepat dalam bimbingan belajar anak jalanan ialah bimbingan kelompok, karena dengan bimbingan kelompok seorang guru atau konselor tahu betul potensi yang setiap anak miliki dan dengan bimbingan belajar kelompok akan tercipta suasana yang nyaman karena mereka akan beranggapan ini bukan belajar formal, jadi pisikologi mereka akan lebih rileks atau santai dalam menerima pelajaran tersebut.



     Kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertnggung jawab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar